Kebudayaan
Daerah Dan Kebudayaan Nasional
5.7 Kebudayaan Daerah dan
Kebudayaan Nasional
Kebudayaan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang
khas yang terdapat pada wilayah tersebut. Kebudayaan daerah di Indonesia di
Indonesia sangatlah beragam. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan daerah
sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan tidak terlepas dari pola
kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada faktor geografis.
Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan satu dengan
yang lain. Jika kita melihat dari ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian
tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang
berbeda.
Konsep Suku Bangsa / Kebudayaan
Daerah. Tiap kebudayaan yang hidup dalam
suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai kota,
sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan
suatu corak khas yang terutama terlihat orang luar yang bukan warga masyarakat
bersangkutan. Sebaliknya, terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat melihat
corak khasnya, terutama unsur-unsur yang berbeda menyolok dengan kebudayaannya
sendiri. Pola khas tersebut berupa wujud sistem sosial dan sistem kebendaan.
Pola khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan
suatu unsur yang kecil berupa berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk
yang khusus yang tidak terdapat pada kebudayaan lain.
Indonesia memiliki banyak suku
bangsa dengan perbedaan-perbedaan kebudayaan, yang tercermin pada pola dan gaya
hidup masing-masing. Menurut Clifford Geertz, di Indonesia terdapat 300
suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Akan tetapi apabila
ditelusuri, maka sesungguhnya berasal dari rumpun bahasa Melayu Austronesia.
Kriteria yang menentukan batas-batas dari masyarakat suku bangsa yang menjadi
pokok dan lokasi nyata suatu uraian tentang kebudayaan daerah atau suku bangsa
(etnografi) adalah sebagai berikut:
·
Kesatuan masyarakat yang dibatasi
oleh satu desa atau lebih.
·
Kesatuan masyarakat yang batasnya
ditentukan oleh identitas penduduk sendiri.
·
Kesatuan masyarakat yang ditentukan
oleh wilayah geografis (wilayah secara fisik)
·
Kesatuan masyarakat yang ditentukan
oleh kesatuan ekologis.
·
Kesatuan masyarakat dengan penduduk
yang mempunyai pengalaman sejarah yang sama.
·
Kesatuan penduduk yang interaksi di
antara mereka sangat dalam.
·
Kesatuan masyarakat dengan sistem
sosial yang seragam.
Perbedaan-perbedaan ini menimbulkan
berbagai kebudayaan daerah yang berlainan, terutama yang berkaitan dengan pola
kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk
mendukung kegiatan ekonomi tersebut (cultural activities), misalnya
nelayan, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Pulau yang terdiri dari daerah
pegunungan dan daerah dataran rendah yang dipisahkan oleh laut dan selat, akan
menyebabkan terisolasinya masyarakat yang ada pada wilayah tersebut. Akhirnya
mereka akan mengembangkan corak kebudayaan yang khas dan cocok dengan
lingkungan geografis setempat.
Dari pola kegiatan ekonomi
kebudayaan daerah dikelompokan beberapa macam.
·
Kebudayaan Pemburu dan Peramu
Kelompok kebudayaan pemburu dan
peramu ini pada masa sekarang hampir tidak ada. Kelompok ini sekarang tinggal
di daerah-daerah terpencil saja.
·
Kebudayaan Peternak
Kelompok kebudayaan
peternak/kebudayaan berpindah-pindah banyak dijumpai di daerah padang rumput.
·
Kebudayaan Peladang
Kelompok kebudayaan peladang ini
hidup di daerah hutan rimba. Mereka menebang pohon-pohon, membakar ranting,
daun-daun dan dahan yang ditebang. Setelah bersih lalu ditanami berbagai macam
tanaman pangan. Setelah dua atua tiga kali ditanami, kemudian ditinggalkan
untuk membuka ladang baru di daerah lain.
·
Kebudayaan Nelayan
Kelompok kebudayaan nelayan ini
hidup di sepanjang pantai. Desa-desa nelayan umumnya terdapat di daerah muara
sungai atau teluk. Kebudayaan nelayan ditandai kemampuan teknologi pembuatan
kapal, pengetahuan cara-cara berlayar di laut, pembagian kerja nelayan laut.
·
Kebudayaan Petani Pedesaan
Kelompok kebudayaan petani pedesaan
ini menduduki bagian terbesar di dunia. Masyarakat petani ini merupakan
kesatuan ekonomi, sosial budaya dan administratif yang besar. Sikap hidup
gotong royong mewarnai kebudayaan petani pedesaan.
Erat hubungan antara kebudayaan
dengan masyarakat dinyatakan dalam kalimat, “masyarakat adalah orang-orang yang
hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan, sehingga tidak ada masyarakat yang
tidak menghasilkan kebudayaan. Sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat
sebagai wadah dan pendukungnya”. Dalam pengertian kebudayaan daerah sangatlah
sulit, karena mencakup lingkup waktu dan lingkup daerah geografisnya. Dalam
lingkup waktu dan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang belum dapat pengaruh
asing dari manapun, baik Hindu-Budha, Islam dan Barat. Kebudayaan asli
Indonesia menurut Van Leur ada 10 macam kebudayaan asli:
·
Kemampuan Berlayar
Menurut teori pada umumnya, bangsa
Indonesia berasal dari Vietnam sebagai daerah kedua, sebelumnya dari tiongkok
selatan penyebarannya tentulah mepergunakan tata pelayaran. Daerah yang
dijelajahinya sampai pada Madagaskar. Sangat mungkin untuk jarak dekat
dilakukan dengan menggunakan rakit sederhana, sedangkan jarak jauh menggunakan
perahu yang bercadik. Cadik (outriggers) dibuat dari kayu (bamboo) dipasang
kiri kanan perahu, fungsinya mengurangi olengan di laut, inilah salah satu ciri
budaya orang-orang yang berbahasa Austronesia.
·
Kepandaian Bersawah
Budaya bersawah telah dikenal sejak
zaman neolitikom. Kemudian di perbaharui dengan kebudayaan perungu, sehingga
pengolahan sawah lebih intesif.
·
Astronomi
Pengetahuan perbintangan (astronomi)
secara sederhana telah dikenal dalam hubungannya untuk pelayaran demi mengenal
arah,atau pun untuk pertanian. Untuk pelayaran dipergunakan Gubug Penceng
(Zuider Kruis) guna tahu arah selatan, sedangkan untuk pertanian di kenal Bintang
Waluku (Grote Beer) yang bila sudah tampak waktu tertentu berarti
dimulaiinya melakukan cocok tanam di sawah.
·
Mengatur Masyarakat
Adanya pimpinan terpilih dari
masyarakat (primus inter pares). Orang mempunyai kemampuan paling baik diantara
masyarakat yang ada.
·
Sistem Macapat
Macapat berarti cara yang didasarkan
pada jumlah empat dalam pengaturan masyarakat. Pemimpin berada ditengah antara
Barat, Timur, Selatan, dan Utara. Pada masa sekarang dikonsepkan sebagai
alun-alun yang terdapat semua daearah.
·
Wayang
Wayang pada mulanya merupakan sarana
untuk upacara kepercayaan. Nenek moyang yang telah meninggal dibuatkan arca
perwujudan. Boneka perwujudan dimainkan dengan iringan cerita dan nasehat.
·
Gamelan
Gamelan merupakan perlengkapan
peralatan dalam upacara adat.
·
Batik
Seni batik dibuat pada kain putih
dengan mempergunakan canting sebagai alat tulisnya, sehingga diperoleh batik
tulis. Kebudayaan batik terdapat pada semua daerah dengan motif berbeda.
·
Seni Logam
Kerajinan logam sejalan dengan
budaya batik dan budaya gamelan sebagai sarana dua macam sarana tersebut.
·
Perdagangan
Perdagangan pada daerah-daerah
kebudayaan dengan pola sama yaitu sistem barter.
Pada garis besarnya sistem
kekerabatan dalam masyarakat suku-suku bangsa Indonesia memakai sistem
kekerabatan bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang mendasarkan garis
keturunan dari ayah dan garis ibu secara berimbang. Anak-anak yang lahir dapat
masuk ke dalam kerabat ayahnya dan kerabat ibunya secara bersama-sama. Sistem
inilah yang banyak berlaku pada kebudayaan daerah di Indonesia. Sebagian kecil
kebudayaan daerah dalam sistem kekerabatan unilateral matrilineal, yaitu sistem
kekerabatan yang hanya berdasarkan garis ibu saja (contoh masyarakat
Minangkabau). Kebudayaan daerah lainnya memakai sistem kekerabatan unilareal
patrineal, yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan garis ayah saja.
Dari uraian diatas kebudayaan daerah
secara pengertian tidak akan terlepas dari keragaman suku bangsa yang ada.
Tetapi dari berbagai corak kebudayaan tersebut, terdapat persamaan yang
mendasar. Yaitu mengenai tentang upacara keagamaan semua suku bangsa,
mementingkan upacara-upacara adat yang bersifat religi. Suku bangsa tersebut
lebuh suka unsur mistik daripada berusaha dalam mencapai tujuan materiil
mereka. Hal yang berhubungan dengan unsur mistik dianut oleh semua kebudayaan
daerah yang ada di Indonesia.
Masih percaya pada takhayul. Dulu
dan sekarang masyarakat daerah di Indonesia percaya kepada batu, gunung,
pantai, sungai, pohon, patung, keris, pedang, dan lainnya, mempunyai kekuatan
gaib. Semua itu dianggap keramat dan manusia harus mengatur hubungan dengan
baik dengan memberi sesaji, membaca do’a dan memperlakukannya dengan istimewa.
Manusia Indonesia sering kali menghitung hari baik, bulan baik, hari naas, dan
bulan naas, mereka juga percaya akan adanya segala macam hantu, jurig,
genderowo, makhluk halus, kuntilanak, dan lain-lain. Likantropi,
kepercayaan bahwa manusia dapat mejelma menjadi binatang tertentu menyebar di
nusantara.
Kebudayaan Nasional. Menurut pandangan Ki Hajar
Dewantara tentang kebudayaan nasional yang katanya “puncak-puncak dari
kebudayaan daerah”. Faham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan
makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan,
ekonomi nasional, hukum nasional, bahasa nasional. Sebelum Sumpah Pemuda (1928),
Indonesia terdiri dari macam-macam “bangsa” yang sebenarnya hanya ditingkat
suku bangsa. Setelah itu secara berangsur makin kuat rasa kebangsaan Indonesia
(Indonesia Raya), sehingga waktu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945), sudah
dinyatakan bahwa proklamasi tersebut dilakukan atas nama bangsa Indonesia oleh Soekarno-Hatta.
Koentjaraningrat menyebutkannya
“yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa
mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”.pengertian
yang dimaksudkan itu sebenarnya lebih berarti, bahwa puncak-puncak kebudayaan
daerah atau kebudayaan suku bangsa yang bermutu tinggi dan menimbulkan rasa
bangga bagi orang Indonesia bila ditampilkan untuk mewakili negara (nation).
Misalnya: tari Bali, di samping orang Indonesia merasa bangga karena tari itu
dikagumi di negeri, seluruh dunia juga mengetahuinya. Bali itu letaknya di
Indonesia jadi kesenian itu dari Indonesia. Dalam hal ini juga berlaku bagi
cabang-cabang kesenian lain bagi berbagai suku bangsa di Indonesia.
Dengan beribu-ribu gugus kepulauan,
beraneka ragam kekayaan serta keunikan kebudayaan, menjadikan masyarakat
Indonesia yang hidup diberbagai kepulauan itu mempunyai ciri dan coraknya
masing-masing. Hal tersebut membawa akibat pada adanya perbedaan latar
belakang, kebudayaan, corak kehidupan, dan termasuk juga pola pemikiran
masyarakatnya. Kenyataan ini menyebabkan Indonesia terdiri dari masyarakat yang
beragam latar belakang budaya, etnik, agama yang merupakan kekayaan budaya
nasional dengan kata lain bisa dikatakan sebagai masyarakat multikultural.
Secara fisik penduduk Indonesia
dibagi menjadi beberapa golongan :
·
Golongan orang Papua Melanosoid.
Golongan penduduk ini bermukim di pulau Papua, Kei, dan Aru. Mereka mempunyai
ciri fisik seperti rambut keriting, bibir tebal, dan berkulit hitam.
·
Golongan orang Mongoloid.
Berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di kepulauan Sunda
Besar (kawasan Indonesia barat), dengan ciri-ciri rambut ikal dan lurus, muka
agak bulat, kulit putih hingga sawo matang.
·
Golongan Vedoid, antara lain
orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano, dan Tomura, dengan ciri-ciri fisik
bertubuh relatif kecil, kulit sawo matang, dan rambut berombak.
Dari perbedaan golongan tersebut,
ada pola sistem yang khas dari bangsa Indonesia. Untuk kebudayaan nasional bisa
dihubungkan dengan kebudayaan timur yang menjadi dasar landasan kebudayaan
daerah. Kebudayaan nasional dapat dilihat dari pola sistem hidup masyarakatnya,
seperti sifat keramah-tamahan, kekeluargaan, kerakyatan , kemanusiaan dan
gotong royong. Sifat-sifat inilah yang dapat dilihat dari kebudayaan nasional
yang dilihat oleh bangsa lain sebagai ciri kebudayaan Indonesia. Meskipun
gotong royong setiap daerah istilahnya berbeda, tetapi secara pengertian sama
artinya. Bangsa Indonesia mempunyai peribahasa berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing, sama rata sama rasa. Ungkapan ini mencerminkan bangsa Indonesia
sejak dulu menjunjung tinggi kebersamaan dalam melaksanakan pekerjaan, dan menikmati
hasilnya
da
banyak cara sebenarnya untuk memajukan pariwisata negara kita. Memang untuk
memajukan pariwisata budaya bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga masyarakat
kita. Namun tentunya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas
Pariwisata di seluruh daerah di Indonesia, sebagai instansi pemerintah yang
bertugas memajukan kebudayaan dan pariwisata Indonesia, memiliki tanggung jawab
yang lebih besar. Pertama, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sesuai dengan fungsinya yang hanya sebagai perumus kebijakan, harus berani dan tegas menentukan konsep, visi, dan misi pariwisata budaya Indonesia. Keberanian untuk menyepakati konsep pariwisata dan budaya juga harus dilakukan karena dalam dunia akademik tidak akan pernah disepakati kedua konsep tersebut yang disebabkan oleh selalu adanya dialektika antara temuan dan pemikiran cendekiawan satu dengan yang lainnya.
Kedua, sesuai dengan semangat otonomi daerah yang menyerahkan tugas pengembangan kebudayaan dan pariwisata kepada Dinas Pariwisata di masing-masing daerah, maka Dinas Pariwisata harus benar-benar menangkap pelimpahan tugas dan wewenang itu sebagai peluang untuk memajukan masyarakat di daerahnya. Sebagai contoh, dengan kekayaan budaya yang kita miliki, maka di setiap kabupaten atau kota Dinas Pariwisata minimal dapat mendirikan satu pusat atau sentra pariwisata budaya yang menampilkan keanekaragaman budaya di wilayahnya masing-masing. Bentuk konkretnya adalah didirikannya semacam Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di masing-masing daerah bersangkutan.
Ketiga, para pengamat pariwisata dan budaya sudah saatnya untuk lebih mengutamakan kajian dan penelitian yang merekomendasikan bagaimana memajukan kebudayaan dan pariwisata Indonesia dibandingkan dengan kajian dan penelitian yang selalu memberikan kritik yang belum tentu konstruktif terhadap kebijakan pembangunan pariwisata dan budaya, yang seringkali justru menyebabkan ketakutan pada instansi pemerintah untuk mengambil kebijakan.
Keempat, peran serta masyarakat dalam pembangunan sentra-sentra budaya di masing-masing daerah harus diutamakan. Misalnya, kelompok-kelompok kebudayaan dan kesenian yang akan dipentaskan harus bergiliran dan tidak dimonopoli oleh kelompok kesenian tertentu saja. Di samping itu, anggota masyarakat sekitar juga harus diutamakan untuk direkrut mengelola sentra budaya bersangkutan dengan diberikan pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu.
Bila pembangunan pariwisata budaya ini dapat segera dilakukan dengan terarah dan berkesinambungan di seluruh daerah di Indonesia, maka kelestarian budaya, inovasi dan kreativitas budaya, kerukunan antarbudaya, lapangan pekerjaan, pemasukan terhadap pendapatan daerah dan devisa negara adalah sumbangan penting yang dapat diberikan oleh bidang pariwisata budaya untuk peradaban Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.***
Penulis adalah Pengamat Budaya dan Pariwisata, bekerja di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Republik Indonesia.
Kasus kepemilikan
kebudayaan menjadi salah satu isu sentral di beberapa media elektronik dan
media cetak di Indonesia baru-baru ini. Setelah kasus klaim angklung, batik,
reog ponorogo, dan lagu rasa sayang-sayange sebagai produk budaya milik
Malaysia beberapa tahun yang lalu, kini tari pendet juga dijadikan sebagai
salah satu ikon promosi pariwisata Malaysia di dunia Internasional yang secara
jelas tarian tersebut berasal dari propinsi Bali, Indonesia. Bahkan lagu
kebangsaan Malaysia “Negaraku” menjadi kontroversi berbasis kepemilikan budaya
antara Indonesia dan Malaysia.
Dalam problematika dan
kompleksitas manajemen kebudayaan di Negara kita, solusi yang dilaksanakan
dalam status quo adalah dengan government policy, menjaga
kebudayaan melalui undang-undang dengan mendata benda budaya setiap daerah.
Mengandalkan peran pemerintah tentunya belum cukup, apalagi untuk menciptakan
Indonesia sebagai negeri beridentitas. Tulisan ini akan memberikan sudut
pandang berbeda dalam memperkaya usaha pelestarian kebudayaan (culture
preservation), khususnya kebudayaan daerah, yakni dengan konsep kampung
budaya. Jika government policy program adalah pendekatan yang
dilakukan melalui fungsi pemerintah, sebagai pengayom masyarakat, pendekatan
kampung budaya secara umum merupakan pendekatan yang sebagian besar perannya
dilakukan oleh masyarakat.
Bagaimanakah konsep
kampung budaya itu? Dan mengapa konsep ini akan berkontribusi? Mari kita lihat
secara runtut melalui empat garis besar: hakekat kebudayaan, problematika dan
loyalitas kebudayaan, deskripsi kampung budaya, kontribusi terhadap berbagai
sektor.
Hakekat kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat
budaya dari sudut pandang antropologi didefinsikan sebagai keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. Kebudayaan suatu kelompok
terwakilkan dalam system kepercayaan, bahasa, ritual, seni, teknologi, cara
berpakaian, agama, sistem ekonomi dan sistem politik (John Bodley). Dalam
bukunya yang berjudul Man and his Works, Herkovits mengulas tentang
sifat-sifat budaya. Beberapa diantaranya menjelaskan bahwa budaya itu dapat
dipelajari, berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan, psikologis,
dan komponen sejarah eksistensi manusia. Bounded (1989) juga menambahkan bahwa
benda budaya baik itu yang tidak tampak (intangible) maupun yang tampak
(tangible) merupakan transmisi kepercayaan manusia melalui simbol
tertentu, misalnya symbol bahasa, ritual, atau seni.
Problematika dan
loyalitas kebudayaan
Cara pandang seseorang
terhadap suatu budaya daerah tentunya sangat beragam. Yang terjadi di Indonesia
adalah lemahnya partisipasi masyarakat dalam mengenal dan mengapresiasi
budayanya sendiri. Secara filosofis sebenarnya kebudayaan adalah identitas
utama suatu kelompok masyarakat. Kebudayaan timbul dengan tujuan membedakan
ciri khas suatu kelompok dengan kelompok lain. Namun, esensi ini sering
dilupakan oleh banyak kelompok karena beberapa faktor. Salah satu faktor
utamanya adalah kehadiran budaya populer.
Tak bisa dipungkiri
bahwa pemikiran masyarakat tergerus oleh lahirnya budaya populer (popular
culture).Apa itu budaya popluler? Singkatnya budaya ini memilki akses untuk
mempengaruhi seseorang dalam jumlah banyak untuk berbudaya populer karena ini
dikendalikan oleh pihak-pihak yang dapat mempengaruhi orang banyak (mainstream).
Kehadiran budaya populer biasanya melalui iklan atau media yang menargetkan
masyarakat biasa. Ada benarnya jika budaya populer bersifat politis dan
berorientasi ekonomi. Kondisi sebagian masyarakat Indonesia adalah mengikuti
trend yang ada dan sering melupakan sesuatu yang sudah lama terbangun dalam
kehidupannya. Hal ini ditambah pula dengan alasan menyamai atau “ingin
berbudaya seperti” Negara lain. Sehingga timbulah kesamaan diantara beberapa Negara,
misalnya kehadiran fashion-fashion Paris yang tersebar dipusat perbelanjaan
mewah di Indonesia. Ada juga musik-musik modern luar negeri yang merambah
Indonesia sebagai target pemasaran
Apa akibatnya? Budaya
asli suatu kelompok akan terpinggirkan karena tidak memiliki kekuatan untuk
tawar menawar (bargaining power) dengan aliran utama yang lebih dianggap
modern. Bahkan pada kasus yang lebih ektrim, karena kurang diperhatikannya
budaya sendiri bisa terjadi pengakuan suatu benda budaya oleh Negara lain. Contoh
kasus nyata terpinggirnya budaya daerah di Indonesia adalah hampir punahnya
pementasan wayang orang dan kuda lumping di daerah suku Jawa. Hanya segelintir
orang yang mau menyaksikan pertunjukan budaya itu. Ada lagi, sejak tahun 2003
di salah satu kabupaten di propinsi Lampung, mata pelajaran Tapis, seni
menyulam tradisional masyarakat, dihapuskan kemudian diganti dengan mata
pelajaran komputer. Ini menjadi bukti lemahnya kekuatan masyarakat daerah untuk
bangga pada budayanya sendiri.
Kehadiran budaya populer
tidaklah salah, namun yang perlu dicermati adalah mengapa kita perlu untuk
tidak meninggalkan budaya lama ketika kita memilih untuk menganut sebuah budaya
populer? Seseorang bisa memegang memegang budaya tanpa meninggalkan identitas
budaya daerahnya. Alasannya adalah budaya secara filosofis merupakan
jembatan antar generasi dan budaya daerah juga merupakan warisan yang
harus tetp dilestarikan dan sebanrnya dapat disisasati sebagai alat pembangun
daerah. Dua konsep inilah yang harus tersosialisasi dan harus dilekatkan
pada masyarakat Indonesia terlebih dahulu. Sehingga pada akhirnya masyarakat
memilki loyalitas terhadap budayanya sendiri. Ini adalah pondasi awal membangun
sebuah kampung budaya. Elemen-elemen yang akan diisi dalam kampung itu tentunya
akan cepat terealisasi karena masyarakat sudah mulai mencintai dan tanggap
terhadap benda budaya daerahnya.
Deskripsi Kampung Budaya
Kampung budaya yang
ingin diulas dalam tulisan ini adalah bagaimana meletakkan dan menata hal-hal
yang menjadi ciri khas di lingkup kabupaten atau kota dalam satu kawasan yang
dapat diakses oleh masyarakat. Kampung ini berisi tentang refleksi kehidupan suatu
daerah yang direpresentasikan melalui klaster-klaster tertentu yang disesuaikan
dengan ciri khas daerah masing-masing. Namun ada satu hal yang harus diingat
adalah klaster dalam kampung budaya memiilki tugas masing-masing. Kampung
budaya setidaknya berisi klaster historis, klaster seni, klaster edukasi,
klaster pasar tradisional.
Klaster historis
mencakup gambaran visual atau audiovisual tentang sejarah daerah tersebut,
geografi kecamatan, potensi daerah (SDM dan SDA), pola-pola kehidupan
sehari-hari, informasi etnografi dan etnologi, tradisi dan replika peninggalan
yang ada di daerah tersebut (Biasanya benda-benda asli berada di museum pusat
di propinsi). Di sini juga data-data benda budaya juga sudah berada dalam
database diikiuti bukti-bukti lahirnya pertama kali, sehingga klaim Negara lain
bisa diminimalisir. Proses pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan
mengumpulkan bukti-bukti fisik yang ada atau dengan wawancara generasi tua.
Pengadaan klaster ini ditujukan agar masyarakat atau pengunjung dapat mengenal
kekayaan daerah masing-masing sehingga berawal dari sinilah, rasa mencintai
daerah sendiri pun akan tumbuh.
Klaster edukasi berisi
pusat pelatihan budaya. Yang paling umum dan mungkin dilaksanakan adalah
pengadaan sanggar budaya yang mengajarkan tari daerah, tari kontemporer, musik
tradisional, bahasa dan sastra, kerajinan tradisiaonal. Mengapa sanggar seni
diperlukan? Tradisi sastra lisan maupun tertulis semakin menipis di beberapa
daerah, bahkan dongengpun sudah mulai tergantikan dengan komik-komik kartun,
atau musik dan tari daerah juga sudah mulai sepi peminatnya. Maka dari itulah,
konsep sanggar seni di kluster edukasi dibuat untuk menghadirkan kembali
tradisi seni yang hampir punah dan ini dapat dijadikan sebagai wadah bagi
mereka yang berminat pada seni tardisional.
Klaster seni merupakan
konsep pameran dan pertunjukan kesenian tradisional. Pameran seni dapat berisi
seni lukis, kerajinan tradisional, tenun, kain, sebagainya yang diambil dari
hasil ketrampilan masyarakat setempat atau dari orang-orang yang belajar pada
klaster edukasi. Pertunjukan seni merupakan aplikasi lenih lanjut dari
orang-orang yang belajar di kluster edukasi atau dengan mengundang sanggar seni
daerah. Mereka dapat membawakan tarian tradisional, kontemporer diiringi dengan
musik hidup, lagu-lagu daerah, sastra lisan sperti pantun atau drama. Klaster
ini dapat menghidupkan suasana kampung budaya dengan atmosfer musik khas daerah
sehingga menjadi hiburan para pengunjung.
Klaster pasar
tradisional dibangun dengan tujuan pengunjung dapat membeli barang-barang khas
daerah, menu masakan dan mencari tau informasi pusat-pusat kekhasan daerah ini
dalam tingkat kecamatan melalui database yang disediakan. Misalnya kerajinan
tangan, kain khas dan kuliner. Pentingnya klaster pasar tradisional adalah
memaksimalkan fungsi distribusi budaya melalui benda yang tertinggal. Yakni
seseoarang dapat memiliki benda budaya khas daerahnya, atau pengunjung luar
daerah dapat memberikan apresiasi terhadap budaya daerah yang mereka kunjungi.
Di samping itu klaster pasar tradisional, dan klaster seni, dijadikan sebagai
penyeimbang kampung budaya. Seseorang pengunjung tidak hanya berwisata
sejarah-geografi, belajar, dan juga mendapatkan hiburan melalui visualisasi
informasi budaya yang ada dalam klaster-klaster bahkan dapat memiliki benda
budaya yang mungkin untuk dibawa pulang. Itulah mengapa atap kampung budaya
memiliki empat pilar: edukasi, historis, seni, dan pasar tradisioanl. Sehingga,
apa yang ia kunjungi benar-benar memberikan nuansa yang membekas dan hal ini
tentunya mendukung program Sapta Pesona dari Pemerintah.
Kontribusi Kampung
Budaya dalam berbagai sektor
Selain menggiatkan
fungsi pelestarian budaya dan menumbuhkan kesadaran cinta budaya, ada beberapa
keuntungan jika konsep kampung budaya direalisasikan. Pertama, kampung budaya
menjadi ikon pariwisata daerah secara intern maupun ektern. Pariwisata berasas
kebudayaan menjadi salah satu nadi suksesnya program Visit Indonesia 2009.
Setelah sekian banyak tempat wisata bergaya luar negeri, kehadiran kampung
budaya melengkapi tempat-tempat pelepas penat yang memiliki nafas yang berbeda.
Pada akhirnya ini akan memudahkan pemerintah pusat mensukseskan program
tersebut.
Penjualan produk-produk
khas daerah juga merupakan penggerak roda ekonomi masyarakat setempat. Mereka
dapat menjual benda-benda budaya yang mereka buat sendiri, atau setidaknya di
daerah mereka, benda-benda ini beserta tempat wisata daerahn juga terpromosikan
di klaster pasar tradisional kampung budaya, sehingga ini merupakan jembatan yang
efektif untuk membantu mendongkrak ekonomi mereka di lingkup daerah yang lebih
kecil.
Konsep Kampung Budaya
tidak hanya menjadi wahana pelestarian kebudayaan daerah, namun ikut serta
mengembangkan pariwisata, ekonomi, dan kesadaran masyarakat. Pada tingkat yang
lebih tinggi, potensi bangsa yang berbasis kearifan dan ciri khas daerah ini
dapat memajukan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Jika program ini
berhasil dilaksanakan, maka kita berhasil menyadari dan mensiasati bahwa
kebudayaan merupakan titipan generasi sebelumnya untuk membantu generasi
berikutnya, dan kita menggunakan sejarah masa lalu untuk mencerahkan sejarah
masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar