Senin, 02 Juli 2012

kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional


Kebudayaan Daerah Dan Kebudayaan Nasional
Mei 7, 2008 oleh redu4nebarkaoi
5.7 Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional
Kebudayaan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang khas yang terdapat pada wilayah tersebut. Kebudayaan daerah di Indonesia di Indonesia sangatlah beragam. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan tidak terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada faktor geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan satu dengan yang lain. Jika kita melihat dari ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang berbeda.
Konsep Suku Bangsa / Kebudayaan Daerah. Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Sebaliknya, terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat melihat corak khasnya, terutama unsur-unsur yang berbeda menyolok dengan kebudayaannya sendiri. Pola khas tersebut berupa wujud sistem sosial dan sistem kebendaan. Pola khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus yang tidak terdapat pada kebudayaan lain.
Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan perbedaan-perbedaan kebudayaan, yang tercermin pada pola dan gaya hidup masing-masing. Menurut Clifford Geertz, di Indonesia terdapat 300 suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Akan tetapi apabila ditelusuri, maka sesungguhnya berasal dari rumpun bahasa Melayu Austronesia. Kriteria yang menentukan batas-batas dari masyarakat suku bangsa yang menjadi pokok dan lokasi nyata suatu uraian tentang kebudayaan daerah atau suku bangsa (etnografi) adalah sebagai berikut:
· Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
· Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh identitas penduduk sendiri.
· Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh wilayah geografis (wilayah secara fisik)
· Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologis.
· Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mempunyai pengalaman sejarah yang sama.
· Kesatuan penduduk yang interaksi di antara mereka sangat dalam.
· Kesatuan masyarakat dengan sistem sosial yang seragam.
Perbedaan-perbedaan ini menimbulkan berbagai kebudayaan daerah yang berlainan, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut (cultural activities), misalnya nelayan, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Pulau yang terdiri dari daerah pegunungan dan daerah dataran rendah yang dipisahkan oleh laut dan selat, akan menyebabkan terisolasinya masyarakat yang ada pada wilayah tersebut. Akhirnya mereka akan mengembangkan corak kebudayaan yang khas dan cocok dengan lingkungan geografis setempat.
Dari pola kegiatan ekonomi kebudayaan daerah dikelompokan beberapa macam.
· Kebudayaan Pemburu dan Peramu
Kelompok kebudayaan pemburu dan peramu ini pada masa sekarang hampir tidak ada. Kelompok ini sekarang tinggal di daerah-daerah terpencil saja.
· Kebudayaan Peternak
Kelompok kebudayaan peternak/kebudayaan berpindah-pindah banyak dijumpai di daerah padang rumput.
· Kebudayaan Peladang
Kelompok kebudayaan peladang ini hidup di daerah hutan rimba. Mereka menebang pohon-pohon, membakar ranting, daun-daun dan dahan yang ditebang. Setelah bersih lalu ditanami berbagai macam tanaman pangan. Setelah dua atua tiga kali ditanami, kemudian ditinggalkan untuk membuka ladang baru di daerah lain.
· Kebudayaan Nelayan
Kelompok kebudayaan nelayan ini hidup di sepanjang pantai. Desa-desa nelayan umumnya terdapat di daerah muara sungai atau teluk. Kebudayaan nelayan ditandai kemampuan teknologi pembuatan kapal, pengetahuan cara-cara berlayar di laut, pembagian kerja nelayan laut.
· Kebudayaan Petani Pedesaan
Kelompok kebudayaan petani pedesaan ini menduduki bagian terbesar di dunia. Masyarakat petani ini merupakan kesatuan ekonomi, sosial budaya dan administratif yang besar. Sikap hidup gotong royong mewarnai kebudayaan petani pedesaan.
Erat hubungan antara kebudayaan dengan masyarakat dinyatakan dalam kalimat, “masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan, sehingga tidak ada masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan. Sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya”. Dalam pengertian kebudayaan daerah sangatlah sulit, karena mencakup lingkup waktu dan lingkup daerah geografisnya. Dalam lingkup waktu dan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang belum dapat pengaruh asing dari manapun, baik Hindu-Budha, Islam dan Barat. Kebudayaan asli Indonesia menurut Van Leur ada 10 macam kebudayaan asli:
· Kemampuan Berlayar
Menurut teori pada umumnya, bangsa Indonesia berasal dari Vietnam sebagai daerah kedua, sebelumnya dari tiongkok selatan penyebarannya tentulah mepergunakan tata pelayaran. Daerah yang dijelajahinya sampai pada Madagaskar. Sangat mungkin untuk jarak dekat dilakukan dengan menggunakan rakit sederhana, sedangkan jarak jauh menggunakan perahu yang bercadik. Cadik (outriggers) dibuat dari kayu (bamboo) dipasang kiri kanan perahu, fungsinya mengurangi olengan di laut, inilah salah satu ciri budaya orang-orang yang berbahasa Austronesia.
· Kepandaian Bersawah
Budaya bersawah telah dikenal sejak zaman neolitikom. Kemudian di perbaharui dengan kebudayaan perungu, sehingga pengolahan sawah lebih intesif.
· Astronomi
Pengetahuan perbintangan (astronomi) secara sederhana telah dikenal dalam hubungannya untuk pelayaran demi mengenal arah,atau pun untuk pertanian. Untuk pelayaran dipergunakan Gubug Penceng (Zuider Kruis) guna tahu arah selatan, sedangkan untuk pertanian di kenal Bintang Waluku (Grote Beer) yang bila sudah tampak waktu tertentu berarti dimulaiinya melakukan cocok tanam di sawah.
· Mengatur Masyarakat
Adanya pimpinan terpilih dari masyarakat (primus inter pares). Orang mempunyai kemampuan paling baik diantara masyarakat yang ada.
· Sistem Macapat
Macapat berarti cara yang didasarkan pada jumlah empat dalam pengaturan masyarakat. Pemimpin berada ditengah antara Barat, Timur, Selatan, dan Utara. Pada masa sekarang dikonsepkan sebagai alun-alun yang terdapat semua daearah.
· Wayang
Wayang pada mulanya merupakan sarana untuk upacara kepercayaan. Nenek moyang yang telah meninggal dibuatkan arca perwujudan. Boneka perwujudan dimainkan dengan iringan cerita dan nasehat.
· Gamelan
Gamelan merupakan perlengkapan peralatan dalam upacara adat.
· Batik
Seni batik dibuat pada kain putih dengan mempergunakan canting sebagai alat tulisnya, sehingga diperoleh batik tulis. Kebudayaan batik terdapat pada semua daerah dengan motif berbeda.
· Seni Logam
Kerajinan logam sejalan dengan budaya batik dan budaya gamelan sebagai sarana dua macam sarana tersebut.
· Perdagangan
Perdagangan pada daerah-daerah kebudayaan dengan pola sama yaitu sistem barter.
Pada garis besarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat suku-suku bangsa Indonesia memakai sistem kekerabatan bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang mendasarkan garis keturunan dari ayah dan garis ibu secara berimbang. Anak-anak yang lahir dapat masuk ke dalam kerabat ayahnya dan kerabat ibunya secara bersama-sama. Sistem inilah yang banyak berlaku pada kebudayaan daerah di Indonesia. Sebagian kecil kebudayaan daerah dalam sistem kekerabatan unilateral matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang hanya berdasarkan garis ibu saja (contoh masyarakat Minangkabau). Kebudayaan daerah lainnya memakai sistem kekerabatan unilareal patrineal, yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan garis ayah saja.
Dari uraian diatas kebudayaan daerah secara pengertian tidak akan terlepas dari keragaman suku bangsa yang ada. Tetapi dari berbagai corak kebudayaan tersebut, terdapat persamaan yang mendasar. Yaitu mengenai tentang upacara keagamaan semua suku bangsa, mementingkan upacara-upacara adat yang bersifat religi. Suku bangsa tersebut lebuh suka unsur mistik daripada berusaha dalam mencapai tujuan materiil mereka. Hal yang berhubungan dengan unsur mistik dianut oleh semua kebudayaan daerah yang ada di Indonesia.
Masih percaya pada takhayul. Dulu dan sekarang masyarakat daerah di Indonesia percaya kepada batu, gunung, pantai, sungai, pohon, patung, keris, pedang, dan lainnya, mempunyai kekuatan gaib. Semua itu dianggap keramat dan manusia harus mengatur hubungan dengan baik dengan memberi sesaji, membaca do’a dan memperlakukannya dengan istimewa. Manusia Indonesia sering kali menghitung hari baik, bulan baik, hari naas, dan bulan naas, mereka juga percaya akan adanya segala macam hantu, jurig, genderowo, makhluk halus, kuntilanak, dan lain-lain. Likantropi, kepercayaan bahwa manusia dapat mejelma menjadi binatang tertentu menyebar di nusantara.
Kebudayaan Nasional. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara tentang kebudayaan nasional yang katanya “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Faham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, bahasa nasional. Sebelum Sumpah Pemuda (1928), Indonesia terdiri dari macam-macam “bangsa” yang sebenarnya hanya ditingkat suku bangsa. Setelah itu secara berangsur makin kuat rasa kebangsaan Indonesia (Indonesia Raya), sehingga waktu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945), sudah dinyatakan bahwa proklamasi tersebut dilakukan atas nama bangsa Indonesia oleh Soekarno-Hatta.
Koentjaraningrat menyebutkannya “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”.pengertian yang dimaksudkan itu sebenarnya lebih berarti, bahwa puncak-puncak kebudayaan daerah atau kebudayaan suku bangsa yang bermutu tinggi dan menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia bila ditampilkan untuk mewakili negara (nation). Misalnya: tari Bali, di samping orang Indonesia merasa bangga karena tari itu dikagumi di negeri, seluruh dunia juga mengetahuinya. Bali itu letaknya di Indonesia jadi kesenian itu dari Indonesia. Dalam hal ini juga berlaku bagi cabang-cabang kesenian lain bagi berbagai suku bangsa di Indonesia.
Dengan beribu-ribu gugus kepulauan, beraneka ragam kekayaan serta keunikan kebudayaan, menjadikan masyarakat Indonesia yang hidup diberbagai kepulauan itu mempunyai ciri dan coraknya masing-masing. Hal tersebut membawa akibat pada adanya perbedaan latar belakang, kebudayaan, corak kehidupan, dan termasuk juga pola pemikiran masyarakatnya. Kenyataan ini menyebabkan Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam latar belakang budaya, etnik, agama yang merupakan kekayaan budaya nasional dengan kata lain bisa dikatakan sebagai masyarakat multikultural.
Secara fisik penduduk Indonesia dibagi menjadi beberapa golongan :
· Golongan orang Papua Melanosoid. Golongan penduduk ini bermukim di pulau Papua, Kei, dan Aru. Mereka mempunyai ciri fisik seperti rambut keriting, bibir tebal, dan berkulit hitam.
· Golongan orang Mongoloid. Berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di kepulauan Sunda Besar (kawasan Indonesia barat), dengan ciri-ciri rambut ikal dan lurus, muka agak bulat, kulit putih hingga sawo matang.
· Golongan Vedoid, antara lain orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano, dan Tomura, dengan ciri-ciri fisik bertubuh relatif kecil, kulit sawo matang, dan rambut berombak.
Dari perbedaan golongan tersebut, ada pola sistem yang khas dari bangsa Indonesia. Untuk kebudayaan nasional bisa dihubungkan dengan kebudayaan timur yang menjadi dasar landasan kebudayaan daerah. Kebudayaan nasional dapat dilihat dari pola sistem hidup masyarakatnya, seperti sifat keramah-tamahan, kekeluargaan, kerakyatan , kemanusiaan dan gotong royong. Sifat-sifat inilah yang dapat dilihat dari kebudayaan nasional yang dilihat oleh bangsa lain sebagai ciri kebudayaan Indonesia. Meskipun gotong royong setiap daerah istilahnya berbeda, tetapi secara pengertian sama artinya. Bangsa Indonesia mempunyai peribahasa berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sama rata sama rasa. Ungkapan ini mencerminkan bangsa Indonesia sejak dulu menjunjung tinggi kebersamaan dalam melaksanakan pekerjaan, dan menikmati hasilnya
da banyak cara sebenarnya untuk memajukan pariwisata negara kita. Memang untuk memajukan pariwisata budaya bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga masyarakat kita. Namun tentunya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Pariwisata di seluruh daerah di Indonesia, sebagai instansi pemerintah yang bertugas memajukan kebudayaan dan pariwisata Indonesia, memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
Pertama, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sesuai dengan fungsinya yang hanya sebagai perumus kebijakan, harus berani dan tegas menentukan konsep, visi, dan misi pariwisata budaya Indonesia. Keberanian untuk menyepakati konsep pariwisata dan budaya juga harus dilakukan karena dalam dunia akademik tidak akan pernah disepakati kedua konsep tersebut yang disebabkan oleh selalu adanya dialektika antara temuan dan pemikiran cendekiawan satu dengan yang lainnya.
Kedua, sesuai dengan semangat otonomi daerah yang menyerahkan tugas pengembangan kebudayaan dan pariwisata kepada Dinas Pariwisata di masing-masing daerah, maka Dinas Pariwisata harus benar-benar menangkap pelimpahan tugas dan wewenang itu sebagai peluang untuk memajukan masyarakat di daerahnya. Sebagai contoh, dengan kekayaan budaya yang kita miliki, maka di setiap kabupaten atau kota Dinas Pariwisata minimal dapat mendirikan satu pusat atau sentra pariwisata budaya yang menampilkan keanekaragaman budaya di wilayahnya masing-masing. Bentuk konkretnya adalah didirikannya semacam Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di masing-masing daerah bersangkutan.
Ketiga, para pengamat pariwisata dan budaya sudah saatnya untuk lebih mengutamakan kajian dan penelitian yang merekomendasikan bagaimana memajukan kebudayaan dan pariwisata Indonesia dibandingkan dengan kajian dan penelitian yang selalu memberikan kritik yang belum tentu konstruktif terhadap kebijakan pembangunan pariwisata dan budaya, yang seringkali justru menyebabkan ketakutan pada instansi pemerintah untuk mengambil kebijakan.
Keempat, peran serta masyarakat dalam pembangunan sentra-sentra budaya di masing-masing daerah harus diutamakan. Misalnya, kelompok-kelompok kebudayaan dan kesenian yang akan dipentaskan harus bergiliran dan tidak dimonopoli oleh kelompok kesenian tertentu saja. Di samping itu, anggota masyarakat sekitar juga harus diutamakan untuk direkrut mengelola sentra budaya bersangkutan dengan diberikan pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu.
Bila pembangunan pariwisata budaya ini dapat segera dilakukan dengan terarah dan berkesinambungan di seluruh daerah di Indonesia, maka kelestarian budaya, inovasi dan kreativitas budaya, kerukunan antarbudaya, lapangan pekerjaan, pemasukan terhadap pendapatan daerah dan devisa negara adalah sumbangan penting yang dapat diberikan oleh bidang pariwisata budaya untuk peradaban Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.***

Penulis adalah Pengamat Budaya dan Pariwisata, bekerja di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Republik Indonesia.

Kasus kepemilikan kebudayaan menjadi salah satu isu sentral di beberapa media elektronik dan media cetak di Indonesia baru-baru ini. Setelah kasus klaim angklung, batik, reog ponorogo, dan lagu rasa sayang-sayange sebagai produk budaya milik Malaysia beberapa tahun yang lalu, kini tari pendet juga dijadikan sebagai salah satu ikon promosi pariwisata Malaysia di dunia Internasional yang secara jelas tarian tersebut berasal dari propinsi Bali, Indonesia. Bahkan lagu kebangsaan Malaysia “Negaraku” menjadi kontroversi berbasis kepemilikan budaya antara Indonesia dan Malaysia.
Dalam problematika dan kompleksitas manajemen kebudayaan di Negara kita, solusi yang dilaksanakan dalam status quo adalah dengan government policy, menjaga kebudayaan melalui undang-undang dengan mendata benda budaya setiap daerah. Mengandalkan peran pemerintah tentunya belum cukup, apalagi untuk menciptakan Indonesia sebagai negeri beridentitas. Tulisan ini akan memberikan sudut pandang berbeda dalam memperkaya usaha pelestarian kebudayaan (culture preservation), khususnya kebudayaan daerah, yakni dengan konsep kampung budaya. Jika government policy program adalah pendekatan yang dilakukan melalui fungsi pemerintah, sebagai pengayom masyarakat, pendekatan kampung budaya secara umum merupakan pendekatan yang sebagian besar perannya dilakukan oleh masyarakat.
Bagaimanakah konsep kampung budaya itu? Dan mengapa konsep ini akan berkontribusi? Mari kita lihat secara runtut melalui empat garis besar: hakekat kebudayaan, problematika dan loyalitas kebudayaan, deskripsi kampung budaya, kontribusi terhadap berbagai sektor.
Hakekat kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat budaya dari sudut pandang antropologi didefinsikan sebagai keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. Kebudayaan suatu kelompok terwakilkan dalam system kepercayaan, bahasa, ritual, seni, teknologi, cara berpakaian, agama, sistem ekonomi dan sistem politik (John Bodley). Dalam bukunya yang berjudul Man and his Works, Herkovits mengulas tentang sifat-sifat budaya. Beberapa diantaranya menjelaskan bahwa budaya itu dapat dipelajari, berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan, psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia. Bounded (1989) juga menambahkan bahwa benda budaya baik itu yang tidak tampak (intangible) maupun yang tampak (tangible) merupakan transmisi kepercayaan manusia melalui simbol tertentu, misalnya symbol bahasa, ritual, atau seni.
Problematika dan loyalitas kebudayaan
Cara pandang seseorang terhadap suatu budaya daerah tentunya sangat beragam. Yang terjadi di Indonesia adalah lemahnya partisipasi masyarakat dalam mengenal dan mengapresiasi budayanya sendiri. Secara filosofis sebenarnya kebudayaan adalah identitas utama suatu kelompok masyarakat. Kebudayaan timbul dengan tujuan membedakan ciri khas suatu kelompok dengan kelompok lain. Namun, esensi ini sering dilupakan oleh banyak kelompok karena beberapa faktor. Salah satu faktor utamanya adalah kehadiran budaya populer.
Tak bisa dipungkiri bahwa pemikiran masyarakat tergerus oleh lahirnya budaya populer (popular culture).Apa itu budaya popluler? Singkatnya budaya ini memilki akses untuk mempengaruhi seseorang dalam jumlah banyak untuk berbudaya populer karena ini dikendalikan oleh pihak-pihak yang dapat mempengaruhi orang banyak (mainstream). Kehadiran budaya populer biasanya melalui iklan atau media yang menargetkan masyarakat biasa. Ada benarnya jika budaya populer bersifat politis dan berorientasi ekonomi. Kondisi sebagian masyarakat Indonesia adalah mengikuti trend yang ada dan sering melupakan sesuatu yang sudah lama terbangun dalam kehidupannya. Hal ini ditambah pula dengan alasan menyamai atau “ingin berbudaya seperti” Negara lain. Sehingga timbulah kesamaan diantara beberapa Negara, misalnya kehadiran fashion-fashion Paris yang tersebar dipusat perbelanjaan mewah di Indonesia. Ada juga musik-musik modern luar negeri yang merambah Indonesia sebagai target pemasaran
Apa akibatnya? Budaya asli suatu kelompok akan terpinggirkan karena tidak memiliki kekuatan untuk tawar menawar (bargaining power) dengan aliran utama yang lebih dianggap modern. Bahkan pada kasus yang lebih ektrim, karena kurang diperhatikannya budaya sendiri bisa terjadi pengakuan suatu benda budaya oleh Negara lain. Contoh kasus nyata terpinggirnya budaya daerah di Indonesia adalah hampir punahnya pementasan wayang orang dan kuda lumping di daerah suku Jawa. Hanya segelintir orang yang mau menyaksikan pertunjukan budaya itu. Ada lagi, sejak tahun 2003 di salah satu kabupaten di propinsi Lampung, mata pelajaran Tapis, seni menyulam tradisional masyarakat, dihapuskan kemudian diganti dengan mata pelajaran komputer. Ini menjadi bukti lemahnya kekuatan masyarakat daerah untuk bangga pada budayanya sendiri.
Kehadiran budaya populer tidaklah salah, namun yang perlu dicermati adalah mengapa kita perlu untuk tidak meninggalkan budaya lama ketika kita memilih untuk menganut sebuah budaya populer? Seseorang bisa memegang memegang budaya tanpa meninggalkan identitas budaya daerahnya. Alasannya adalah budaya secara filosofis merupakan jembatan antar generasi dan budaya daerah juga merupakan warisan yang harus tetp dilestarikan dan sebanrnya dapat disisasati sebagai alat pembangun daerah. Dua konsep inilah yang harus tersosialisasi dan harus dilekatkan pada masyarakat Indonesia terlebih dahulu. Sehingga pada akhirnya masyarakat memilki loyalitas terhadap budayanya sendiri. Ini adalah pondasi awal membangun sebuah kampung budaya. Elemen-elemen yang akan diisi dalam kampung itu tentunya akan cepat terealisasi karena masyarakat sudah mulai mencintai dan tanggap terhadap benda budaya daerahnya.
Deskripsi Kampung Budaya
Kampung budaya yang ingin diulas dalam tulisan ini adalah bagaimana meletakkan dan menata hal-hal yang menjadi ciri khas di lingkup kabupaten atau kota dalam satu kawasan yang dapat diakses oleh masyarakat. Kampung ini berisi tentang refleksi kehidupan suatu daerah yang direpresentasikan melalui klaster-klaster tertentu yang disesuaikan dengan ciri khas daerah masing-masing. Namun ada satu hal yang harus diingat adalah klaster dalam kampung budaya memiilki tugas masing-masing. Kampung budaya setidaknya berisi klaster historis, klaster seni, klaster edukasi, klaster pasar tradisional.
Klaster historis mencakup gambaran visual atau audiovisual tentang sejarah daerah tersebut, geografi kecamatan, potensi daerah (SDM dan SDA), pola-pola kehidupan sehari-hari, informasi etnografi dan etnologi, tradisi dan replika peninggalan yang ada di daerah tersebut (Biasanya benda-benda asli berada di museum pusat di propinsi). Di sini juga data-data benda budaya juga sudah berada dalam database diikiuti bukti-bukti lahirnya pertama kali, sehingga klaim Negara lain bisa diminimalisir. Proses pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan bukti-bukti fisik yang ada atau dengan wawancara generasi tua. Pengadaan klaster ini ditujukan agar masyarakat atau pengunjung dapat mengenal kekayaan daerah masing-masing sehingga berawal dari sinilah, rasa mencintai daerah sendiri pun akan tumbuh.
Klaster edukasi berisi pusat pelatihan budaya. Yang paling umum dan mungkin dilaksanakan adalah pengadaan sanggar budaya yang mengajarkan tari daerah, tari kontemporer, musik tradisional, bahasa dan sastra, kerajinan tradisiaonal. Mengapa sanggar seni diperlukan? Tradisi sastra lisan maupun tertulis semakin menipis di beberapa daerah, bahkan dongengpun sudah mulai tergantikan dengan komik-komik kartun, atau musik dan tari daerah juga sudah mulai sepi peminatnya. Maka dari itulah, konsep sanggar seni di kluster edukasi dibuat untuk menghadirkan kembali tradisi seni yang hampir punah dan ini dapat dijadikan sebagai wadah bagi mereka yang berminat pada seni tardisional.
Klaster seni merupakan konsep pameran dan pertunjukan kesenian tradisional. Pameran seni dapat berisi seni lukis, kerajinan tradisional, tenun, kain, sebagainya yang diambil dari hasil ketrampilan masyarakat setempat atau dari orang-orang yang belajar pada klaster edukasi. Pertunjukan seni merupakan aplikasi lenih lanjut dari orang-orang yang belajar di kluster edukasi atau dengan mengundang sanggar seni daerah. Mereka dapat membawakan tarian tradisional, kontemporer diiringi dengan musik hidup, lagu-lagu daerah, sastra lisan sperti pantun atau drama. Klaster ini dapat menghidupkan suasana kampung budaya dengan atmosfer musik khas daerah sehingga menjadi hiburan para pengunjung.
Klaster pasar tradisional dibangun dengan tujuan pengunjung dapat membeli barang-barang khas daerah, menu masakan dan mencari tau informasi pusat-pusat kekhasan daerah ini dalam tingkat kecamatan melalui database yang disediakan. Misalnya kerajinan tangan, kain khas dan kuliner. Pentingnya klaster pasar tradisional adalah memaksimalkan fungsi distribusi budaya melalui benda yang tertinggal. Yakni seseoarang dapat memiliki benda budaya khas daerahnya, atau pengunjung luar daerah dapat memberikan apresiasi terhadap budaya daerah yang mereka kunjungi. Di samping itu klaster pasar tradisional, dan klaster seni, dijadikan sebagai penyeimbang kampung budaya. Seseorang pengunjung tidak hanya berwisata sejarah-geografi, belajar, dan juga mendapatkan hiburan melalui visualisasi informasi budaya yang ada dalam klaster-klaster bahkan dapat memiliki benda budaya yang mungkin untuk dibawa pulang. Itulah mengapa atap kampung budaya memiliki empat pilar: edukasi, historis, seni, dan pasar tradisioanl. Sehingga, apa yang ia kunjungi benar-benar memberikan nuansa yang membekas dan hal ini tentunya mendukung program Sapta Pesona dari Pemerintah.
Kontribusi Kampung Budaya dalam berbagai sektor
Selain menggiatkan fungsi pelestarian budaya dan menumbuhkan kesadaran cinta budaya, ada beberapa keuntungan jika konsep kampung budaya direalisasikan. Pertama, kampung budaya menjadi ikon pariwisata daerah secara intern maupun ektern. Pariwisata berasas kebudayaan menjadi salah satu nadi suksesnya program Visit Indonesia 2009. Setelah sekian banyak tempat wisata bergaya luar negeri, kehadiran kampung budaya melengkapi tempat-tempat pelepas penat yang memiliki nafas yang berbeda. Pada akhirnya ini akan memudahkan pemerintah pusat mensukseskan program tersebut.
Penjualan produk-produk khas daerah juga merupakan penggerak roda ekonomi masyarakat setempat. Mereka dapat menjual benda-benda budaya yang mereka buat sendiri, atau setidaknya di daerah mereka, benda-benda ini beserta tempat wisata daerahn juga terpromosikan di klaster pasar tradisional kampung budaya, sehingga ini merupakan jembatan yang efektif untuk membantu mendongkrak ekonomi mereka di lingkup daerah yang lebih kecil.
Konsep Kampung Budaya tidak hanya menjadi wahana pelestarian kebudayaan daerah, namun ikut serta mengembangkan pariwisata, ekonomi, dan kesadaran masyarakat. Pada tingkat yang lebih tinggi, potensi bangsa yang berbasis kearifan dan ciri khas daerah ini dapat memajukan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Jika program ini berhasil dilaksanakan, maka kita berhasil menyadari dan mensiasati bahwa kebudayaan merupakan titipan generasi sebelumnya untuk membantu generasi berikutnya, dan kita menggunakan sejarah masa lalu untuk mencerahkan sejarah masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar