Senin, 02 Juli 2012

Punk rock


Punk




Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Sekelompok pemuda Punk
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir pada awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Daftar isi
Gaya hidup dan Ideologi
Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).
Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.
Akibatnya punk dicap sebagai musik rock and roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka.
Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata "ideas" dan "logos" yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.
Punk dan Anarkisme
Lihat juga Anarko-punk
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam pada tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.
Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk.
Punk di Indonesia
Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.
CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi's, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.


Sejarah Punk: Jangan Ngaku Anak Punk Sebelum Baca Tulisan Ini!

Ditulis oleh idrus syatri   
Jumat, 26 Desember 2008 03:34
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Gaya hidup dan Ideologi
Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).
Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.
Akibatnya punk dicap sebagai musik rock n’ roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka.
Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata "ideas" dan "logos" yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.
Punk dan Anarkisme
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.
Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk.
Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Punk sendiri terbagi menjadi beberapa komunitas-komunitas yang memiliki ciri khas tersendiri, terkadang antara komunitas yang satu dengan komunitas yang lain juga sering terlibat masalah. Walaupun begitu mungkin beberapa komunitas Punk di bawah ini dapat mempengaruhi kehidupan Anda sehari-hari.
Punk Community
Anarcho Punk
Komunitas Punk yang satu ini memang termasuk salah satu komunitas yang sangat keras. Bisa dibilang mereka sangat menutup diri dengan orang-orang lainnya, kekerasan nampaknya memang sudah menjadi bagiandari kehidupan mereka. Tidak jarang mereka juga terlibat bentrokan dengan sesama komunitas Punk yang lainnya.
Anarcho Punk juga sangat idealis dengan ideologi yang mereka anut. Ideologi yang mereka anut diantaranya, Anti Authoritarianism dan Anti Capitalist.Crass, Conflict, Flux Of Pink Indians merupakan sebagian band yang berasal dari Anarcho Punk.
Crust Punk
Jika Anda berpikir bahwa Anarcho Punk merupakan komunitas Punk yang sangat brutal, maka Anda harus menyimak yang satu ini. Crust Punk sendiri sudah diklaim oleh para komunitas Punk yang lainnya sebagai komunitas Punk yang paling brutal. Para penganut dari faham ini biasa disebut dengan Crusties. Para Crusties tersebut sering melakukan berbagai macam pemberontakan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Musik yang mereka mainkan merupakan penggabungan dari musik Anarcho Punk dengan Heavy Metal. Para Crusties tersebut merupakan orang-orang yang anti sosial, mereka hanya mau bersosialisasi dengan sesama Crusties saja.
Glam Punk
Para anggota dari komunitas ini merupakan para seniman. Apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari sering mereka tuangkan sendiri dalam berbagai macam karya seni. Mereka benar-benar sangat menjauhi perselisihan dengan sesama komunitas atau pun dengan orang-orang lainnya.
Hard Core Punk
Hard Core Punk mulai berkembang pada tahun 1980an di Amerika Serikat bagian utara. Musik dengan nuansa Punk Rock dengan beat-beat yang cepat menjadi musik wajib mereka. Jiwa pemberontakan juga sangat kental dalam kehidupan mereka sehari-hari, terkadang sesama anggota pun mereka sering bermasalah.
Nazi Punk
Dari sekian banyaknya komunitas Punk, mungkin Nazi Punk ini merupakan sebuah komunitas yang benar-benar masih murni. Faham Nazi benar-benar kental mengalir di jiwa para anggotanya. Nazi Punk ini sendiri mulai  berkembang di Inggris pada tahun 1970an akhir dan dengan sangat cepat menyebar ke Amerika Serikat. Untuk musiknya sendiri, mereka menamakannya Rock Against Communism dan Hate Core.
The Oi
The Oi atau Street Punk ini biasanya terdiri dari para Hooligan yang sering membuat keonaran dimana-mana, terlebih lagi di setiap pertandingan sepak bola. Para anggotanya sendiri biasa disebut dengan nama  Skinheads. Para Skinheads ini sendiri menganut prinsip kerja keras itu wajib, jadi walaupun sering membuat  kerusuhan mereka juga masih memikirkan kelangsungan hidup mereka. Untuk urusan bermusik, para Skinheads ini lebih berani mengekspresikan musiknya tersebut dibandingakan dengan komunitas-komunitas Punk yang lainnya. Para Skinheads ini sendiri sering bermasalah dengan Anarcho Punk dan Crust Punk.
Queer Core
Komunitas Punk yang satu ini memang sangat aneh, anggotanya sendiri terdiri dari orang-orang “sakit”, yaitu para lesbian, homoseksual, biseksual dan para transexual. Walaupun terdiri dari orang-orang “sakit”, namun komunitas ini bisa menjadi bahaya jika ada yang berani mengganggu mereka. Dalam kehidupan, anggota dari komunitas ini jauh lebih tertutup dibandingkan dengan komunitas-komunitas Punk yang lainnya. Queer Core ini sendiri merupakan hasil perpecahan dari Hard Core Punk pada tahun 1985.
Riot Grrrl
Riot Grrrl ini mulai terbentuk pada tahun 1991, anggotanya ialah para wanita yang keluar dari Hard Core Punk. Anggota ini sendiri juga tidak mau bergaul selain dengan wanita. Biasanya para anggotanya sendiri berasal dari Seattle, Olympia dan Washington DC.
Scum Punk
Jika Anda tertarik dengan Punk, mungkin ini salah satu komunitas yang layak untuk diikuti. Scum Punk menamakan anggotanya dengan sebutan Straight Edge Scene. Mereka benar-benar mengutamakan kenyamanan, kebersihan, kebaikan moral dan kesehatan. Banyak anggota dari Scum Punk yang sama sekali tidak mengkonsumsi zat-zat yang dapat merusak tubuh mereka sendiri.
The Skate Punk
Skate Punk memang masih erat hubungannya dengan Hard Core Punk dalam bermusik. Komunitas ini berkembang pesat di daerah Venice Beach California. Para anggota komunitas ini biasanya sangat mencintai skate board dan surfing.
Ska Punk
Ska Pun merupakan sebuah penggabungan yang sangat menarik antara Punk dengan musik asal Jamaica yang biasa disebut reggae. Mereka juga memiliki jenis tarian tersendiri yang biasa mereka sebut dengan Skanking atau Pogo, tarian enerjik ini sangat sesuai dengan musik dari Ska Punk yang memilikibeat-beat yang sangat cepat.
Punk Fashion
Para Punkers biasanya memiliki cara berpakaian yang sangat menarik, bahkan tidak sedikit masyarakat yang bukan Punkers meniru dandanan mereka ini. Terkadang gaya para Punkers ini juga digabungkan dengan gaya berbusana saat ini yang akhirnya malah merusak citra dari para Punkers itu sendiri. Untuk pakaiannya sendiri, jaket kulit dan celana kulit menjadi salah satu andalan mereka, namun ada juga Punkers yang menggunakan celana jeans yang sangat ketat dan dipadukan dengan kaos-kaos yang bertuliskan nama-nama band mereka atau kritikan terhadap pemerintah. Untuk rambut biasanya gaya spike atau mohawk menjadi andalan mereka. Untuk gaya rambut ini banyak orangorang biasa yang mengikutinya karena memang sangat menarik, namun terkadang malah menimbulkan kesan tanggung. Body piercing, rantai dan gelang spike menjadi salah satu yang wajib mereka kenakan. Untuk sepatu, selain boots tinggi, para Punkers juga biasa menggunakan sneakers namun hanya sneakers dari Converse yang mereka kenakan.
Gaya para punkers tersebut nampaknya semakin marak dikenakan akhir-akhir ini, jika begitu mungkin Anda setuju dengan ungkapan PUNK NOT DEAD.!!
by: idrus alsyatri n ahlan lombok





Hooliganpunk's Blog
Just another WordPress.com weblog

PERKEMBANGAN PUNK DI INDONESIA

Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.
Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita bahas adalah kelompok “Punk”, yang terlintas dalam benak kita bagaimana kelompok tersebut yaitu dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas dengan anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. “Punk” hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” itu tersebut, Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. “Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”..
“Punk” yang berkembang di Indonesia lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup yang anarkis yang membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup “Punk” ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap dari gaya hidup mereka yang mengarah ke barat-baratan. Sebenarnya, “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”
Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak “Punk” yang anti sosial.
Anak “Punk”, mereka kebanyakan di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tatacara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Gaya “Punk” merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba.
Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orangpun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” banyak yang mempunyai kepedulian sosial yang sangat tinggi.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”, beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri.



8 Nopember 2008
Diarsipkan di bawah: Tak Berkategori — ludy @ 00:42
Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka banggakan. Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik, komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia. Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi salah satu jalur perkembangan komunitas punk.
Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya, dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria. Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser, hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.
Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:
1. Lingkungan keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi.
2. Lingkungan sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3. Lingkungan teman pergaulan.
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
4. Lingkungan dunia luar.
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.
Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja Indonesia.



Sejarah Perkembangan Musik Punk Rock Di Indonesia
Punkers
Punk rock merupakan suatu salah satu aliran music yang dalam perkembangannya masih dipandang sebelah mata dalam masyarakat kita , dikarenakan musiknya yang keras dan liriknya sedikit menyindir ataupun seronok dan pilihan katanya pun terkadang asing ditelinga kita , namun dalam bermusik tidak terlepas dari yang namanya seni , seni merupakan ekspresi diri seseorang ataupun kelompok yang tidak ada batasannya dalam mencurahkannya atau menyalurkan bakat mereka, salah satunya melalui bermusik, selama itu masih dalam norma-norma hukum yang berlaku .

Namun bicara kualitas dalam bermusik , band yang mengusung aliran punk rock ini lebih baik dibanding dengan band yang bermunculan saat ini yang hanya bermodalkan tampang ganteng ataupun cantik saja , namun kualitas atau basic bermusiknya masih diragukan atau dipertanyakan . Ada lagi artis-artis yang hanya mengandalkan wajah cantik, ganteng dan popularitas mereka, tanpa tahu artinya bermusik .

Komunitas band yang beraliran “punk rock” saat ini sudah lebih baik dalam perkembangannya , masyarakat Indonesia sudah mulai menerima band yang beraliran punk rock, walau tidak semua dapat menerimanya . Band punk rock sudah dapat bersaing dengan band-band yang mengusung aliran tentang cinta-cinta terus .

Muak denger lagu tentang cinta terus , cobalah anda mendengarkan lagu band yang mengusung aliran punk rock , keunggulannya melalui lirik dan aransemen yang sangat simple namun sangat membangkitkan semangat kita dalam menjalani hidup ini dan membuat tegar dalam menghadapi cobaan apapun , salah satu band ternama dan cukup terkenal yaitu “SUPERMAN IS DEAD” dapat menjadi contoh dalam bermusik, mereka tetap bermusik dengan aliran punk rock walau caci maki datang memghampiri mereka , namun mereka tetap bertahan tanpa memusuhinya.

Mereka muak dengan yang namanya perbedaan , semua kita sama, tidak ada yang berbeda , mereka bermusik untuk indonesia . Jadi jangan memandang sebelah mata, mereka yang bermusik dengan aliran punk rock , tetap semangat , keep move !! yeah . cheers.


Mengamati Fenomena Anak Punk
Posted on 2 Juni 2010 | 3 Komentar






2 Votes

Baru-baru ini Satuan Polisi Pamong Praja merazia anak-anak Punk yang biasa mangkal disekitar alun-alun Pandeglang. Menurut berita yang yang saya kutip dari beberapa media lokal, Keberadaan mereka bagi sebagian masyarakat dianggap cukup meresahkan. Anak punk ini diambil dari beberapa tempat di alun-alun Pandeglang. Mereka lalu diangkut dengan menggunakan mobil dan dibawa ke kantor Satpol PP Pandeglang. Setelah itu, anak-anak punk ini didata oleh petugas Satpol PP, bahkan saat mereka berada di Kantor Satpol PP, bertingkah seperti merasa bebas dan merokok sembarangan. Akibatnya, petugas memaksa anak-anak punk ini untuk tidak merokok sembarangan. Di dalam kantor, petugas mengumpulkan seluruh barang-barang yang dimiliki oleh komunitas punk ini untuk diperiksa.
Berdasarkan pendataan petugas Satpol PP Pandeglang, sebagian besar anak punk ini bukan merupakan warga Pandeglang. Diantara mereka, ada yang merupakan warga luar Pandeglang, seperti Medan, Jakarta bahkan Denpasar,Bali. Beberapa anak punk yang ditanya mengaku datang ke Pandeglang untuk mencari pengalaman. Mereka selama di Pandeglang, tinggal di berbagai tempat. “Kalau untuk berteduh mah bisa dimana saja. Yang penting ga kehujanan. Kami datang karena kami ingin bebas,” kata Putu, salah seorang anak punk. Dia juga mengatakan, alasannya menjadi anak punk karena tidak betah tinggal di rumah. Apalagi orang tua juga tidak memedulikannya. Karena itu, agar lebih bebas Putu mengaku memilih untuk menjadi anak punk.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Agus, salah seorang anak punk lainnya. Dia mengaku ingin menikmati masa kebebasan dengan cara menjadi anak punk. Apalagi tidak ada aturan yang membelenggu keberadaan anak punk. “Kan kalo jadi anak punk identik dengan kebebasan, makanya saya menjadi anak punk,” kata Agus. Sementara itu, Yasin, pelaksana TU di kantor Pol PP mengatakan, pihaknya akan melakukan pendataan terhadap komunitas anak punk. Kemudian, Satpol PP akan berkoordinasi dengan dinas sosial terkait keberadaan mereka di Pandeglang.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD Pandeglang, M. Ilma Fatwa meminta agar anak-anak punk itu tidak diperlakukan represif. Sebaiknya anak-anak punk harus dibina agar bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Tanpa bermaksud untuk menghakimi, catatan ini saya buat untuk memahami keberadaan mereka, mulai dari asal usul anak-anak Funk sampai dengan gaya hidup mereka sehari-hari.  Catatan yang saya rangkum dari berbagai sumber ini, dimaksudkan agar kita dapat memahami keberadaan mereka yang sekaligus mencari solusi pembinaan yang cocok untuk mereka.
———————————————–
Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.
Terlintas dalam benak bagaimana kelompok tersebut dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas disertai anting-anting.  Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. “Punk” hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” itu tersebut, Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. “Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”.
“Punk” yang berkembang di Indonesia lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup anarkis membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup “Punk” ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap dari gaya hidup mereka yang mengarah ke barat-baratan. Sebenarnya, “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”.
Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak “Punk” yang anti sosial.
Anak “Punk”, mereka kebanyakan di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tata cara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Gaya “Punk” merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba.
Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orangpun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” yang mempunyai kepedulian sosial.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”, beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri.
Asal Usul PUNKERS
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Gaya hidup dan Ideologi
Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).
Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.
Akibatnya punk dicap sebagai musik rock and roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka.
Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata “ideas” dan “logos” yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek “jor-joran” yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.
Punk dan Anarkisme
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.
Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakanAnarko-punk.
PUNK DI INDONESIA
Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.
CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.
Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.
CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, shopie martin, darbost dan barang bermerek luar negeri lainnya.
————————————————————-
Beberapa Tulisan yang dimuat di beberapa Blog, menarik untuk kita simak. Berikut ini tulisan yang pernah dimuat oleh beberapa BLOGER tentang keberadaan anak-anak Funk di Indonesia.
Komunitas “PUNK“ Siapa Mereka?
Ditulis oleh Hentakun
Pernah bertemu sekelompok pemuda dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok tergantung di pinggang? Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, “seni dan kebebasan” itulah yang menjadi alasan mereka seperti itu.
Budi salah satu anak Punk di Pontianak pernah melanglangbuana sampai ke Singapura ini mengatakan, “Punk” itu sebuah aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya kembali ke masing-masing individu, negatif tidaknya seorang Punk bukan karena aliran tetapi jiwa individunya jelas Budi.
Motto dari anak “Punk” itu, Equality atau persamaan hak. “Aliran Punk lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik Punk dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing. Sehingga mereka mengubah gaya hidup dengan gaya hidup Punk,” kata Budi.
Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Selain fashion yang dikenakan, tingkah laku yang mereka perlihatkan seperti potongan rambut Mohawk ala suku Indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. Ini sikap anti kemapanan, anti sosial.
Setiap aksesoris yang dikenakan ada maknanya. Misalnya sepatu boot yang dipakai melambangkan anti penindasan. Gembok terkatup yang digantung di pinggang menunjukkan seorang ”Punkers” ingin kebebasan.
Sebuah Gerakan Perlawanan
Dewa, Punkers asal Singkawang menjelaskan, kosa kata Punk telah digunakan sejak Shakespeare menulis The Merry Wives of Windsor. Dalam kamus Bahasa Indonesia, Punk diartikan sebagai anak muda yang masih ”hijau”, tidak berpengalaman, atau tidak berarti. Bahkan diartikan juga sebagai orang yang ceroboh, semberono dan ugal-ugalan. Namun, Dewa membantah karena makna tersebut dianggapnya kurang menggambarkan makna Punk secara keseluruhan.
Dalam ”Philosophy of Punk”, Craig O’Hara (1999) menyebutkan tiga pengertian Punk. Punk sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Punk sebagai pemula yang punya keberanian memberontak, memperjuangkan kebebasan dan melakukan perubahan. Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat”, karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas dan kebudayaan sendiri.
Punk memang tersohor di musik, namun energi eksplosif dan kecepatan gerak punk lebih dari sekedar fenomena musik. Musik hanya satu aspek dari gerakan Punk. Punk berkaitan erat dengan musik, ode dan grafis. Punk juga dapat dipandang sebagai bagian episode budaya lebih luas, dan menemukan ekspresinya dalam penampilan dan seni visual.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan pada keyakinan we can do it ourselves. Penilaian Punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial. ”Bahkan masalah agama,” jelas Budi.
Punk yang berkembang di Indonesia, lebih terkenal dalam hal pakaian yang dikenakan dan tingkah laku diperlihatkan. Mereka merasa mendapat kebebasan. “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan pada keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”.
Menurut Budi, anak “Punk” bebas tetapi bertanggung jawab. Mereka berani bertanggung jawab secara pribadi, atas apa yang telah dilakukan. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” yang mempunyai kepedulian sosial sangat tinggi.
Menurut Budi, di Kalbar setiap tahun anak Punk selalu melakukan kegiatan sosial dengan membagikan makanan pada kaum miskin kota, anak jalanan dan orang-orang yang mengemis di perempatan serta pemulung. Kegiatan ini dikenal dengan istilah ”Food not Boms”.
Menurut Ceel, seorang Punker yang bekerja di perusahaan penangkaran Ikan Arwana di Pontianak mengatakan, perkebangan Punk di Kalbar, seiring dengan masuknya Punk ke Kalbar 1997. Beberapa ”Punkers” dari Bandung datang ke Pontianak. ”Mereka menginginkan ada komunitas Punk di Pontianak,” kata Ceel.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”.
Beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Mereka juga merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri, untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran.
Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau.
Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan, meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain, yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri
Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri bakal muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu, maka muncullah kelompok-kelompok sosial di masyarakat. ”Ini budaya luar ambil yang positif saja,” harap Budi.
————————————————————-
PENGARUH KOMUNITAS PUNK TERHADAP PERILAKU REMAJA INDONESIA (ditulis oleh ARRAY HOLLYMAN)
Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka banggakan.
Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level yang lebih tinggi, yaitu go international.
Selain di bidang musik, komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia. Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi salah satu jalur perkembangan komunitas punk.
Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya, dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria. Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser, hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.
Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:
1. Lingkungan keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi.
2. Lingkungan sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3. Lingkungan teman pergaulan.
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
4. Lingkungan dunia luar.
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.
Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja Indonesia.
————————————————————-
Punk bukan Gothic (ditulis oleh ARRAY HOLLYMAN)
Pernah dengar istilah “gothic” (dibaca: gotik)? Kalo kamu lihat video klipnya Marilyn Manson, Evanessence, My Chemical Romance dan ikon kelompok musik rock lain dengan penampilan kayak mereka, itu adalah tampilan gaya gothic. Hitam, gelap dan mencekam.
Akan tetapi, apakah gothic itu? Dalam Encarta Dictionary 2006 DVD, kamu bakal nemuin istilah gothic ini dalam beberapa sisi. Pertama, gothic sebagai gaya arsitektur bangunan yang muncul di abad pertengahan. Gaya ini berkembang di Eropa Barat antara abad ke-12 dan ke-15 yang dicirikan dengan bangunan berbentuk lancip menyerupai mata panah, dinding penopang yang mengambang dan langit-langit yang tinggi dan berbentuk kurva. Biasanya banyak ditemui di gereja-gereja katederal.
Kedua, sebagai gaya seni abad pertengahan. Maksudnya semua seni diidentifikasi atau diusahakan mengadopsi gaya abad pertengahan termasuk didalamnya; gaya musik, lukis, dan pahat yang banyak dilakukan orang pada abad ke-12 dan ke-15.
Ketiga, sesuatu yang disandarkan pada karakter abad pertengahan yang udah disebutkan di atas. Pada pengertian yang ketiga ini, gothic menjadi semacam simbol atau identitas yang disandarkan sama abad pertengahan.
Keempat, istilah untuk menyebut genre fiksi yang menakutkan. Sebuah genre fiksi yang dicirikan dengan kesuraman, kemurungan dan kegelapan. Atau sering juga dengan alur cerita yang aneh atau sesuatu yang luar biasa plot yang memaparkan tentang kesendirian yang mencekam, seperti reruntuhan kastil atau bangunan lainnya. Selintas, penggambaran di film mungkin mirip horor seperti Count Draculla, Van Helsing, The Crow, Frankenstein, de-es-be.
Kelima, segala sesuatu yang berhubungan dengan semua karakteristik di atas, baik bahasa ataupun budaya.
Masalahnya adalah, ketika gothic muncul sebagai sebuah subkebudayaan pada masyarakat modern dan banyak berkembang di usia remaja kayak kamu, yang kemudian banyak muncul adalah bukan dalam bentuk apresiasi sama gaya-gaya arsitektur abad pertengahan yang indah itu, tapi lebih banyak muncul dalam pengertian yang keempat. Gambaran tentang kesuraman, kemurungan, kegelapan, kesendirian dan hal-hal lain yang mencekam. Makanya nggak usah heran kalo kelompok musik yang bergaya gothic ini biasanya lebih banyak mengedepankan suasana-suasana semacam ini. Itu bisa kamu lihat dalam tema-tema lagu, gaya berpakaian, de-es-be.
Supaya lebih jelas, beberapa ciri gaya fesyen gothic antara lain;segala sesuatu yang berwarna hitam atau gelap, aksesoris berbahan perak, wajah yang dimake-up dengan pucat yang melambangkan jiwa yang nggak pernah mati (kayak vampire), rambut yang dicat hitam atau ngejreng banget; pirang, merah, ungu atau warna-warna ngejreng lainnya, make-up yang dominan hitam-putih (dengan dasar putih pucat dengan celak, alis dan lipstick hitam, alis tipis yang dicukur kemudian dilukis, menggunakan fesyen dengan bahan kulit, latex, karet, vinyl atau korset yang ketat, jubah, kalung yang mencekik, simbol ankh (simbol bangsa Mesir yang melambangkan hidup abadi), dan simbol-simbol keabadian lain, salib, rantai (yang digunakan pada sabuk, kalung dan lain-lain, tato, tindik, sepatu berhak tinggi, dan ciri lainnya. Gampangnya, kamu bisa melihat Eric Draven (karakter dalam The Crow)—dengan muka pucat dengan garis vertikal yang memotong mata, lipstick hitam; atau Marlyn Manson dengan penampilan yang hampir sama.
Kalo dilihat dari gaya hidup atau lifestyle, mereka yang menganut aliran gothic, sebagaimana dilaporkan samawww.gothicsubculture.com, sebuah situs yang meneliti dan memperdalam sub-kebudayaan gothic menyebutkan beberapa ciri yang bikin kita kaget.
Pertama, mereka punya kebiasaan menyakiti diri sendiri, kebanyakan dengan cara memotong atau mengiris bagian tubuh mereka sendiri. Tindakan ini bisa disebabkan beberapa faktor, yaitu;
1. Mereka melakukannya untuk menarik perhatian alias caper. Tindakan ini banyak dilakukan sama kalangan remaja dan biasanya dengan menggunakan silet. Tindakan ini mereka lakukan sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian dari kawan-kawannya.
2. Menghindari bunuh diri dengan mengganti rasa sakit fisik untuk rasa sakit lain yang nggak bisa mereka kendalikan. Tindakan ini juga simbol untuk mengingat rasa sakit di masa lalu yang telah dilaluinya. Memotong atau mengiris bagian tubuh sebagai hukuman sama diri sendiri juga termasuk pada ketegori ini.
3. Untuk mengonsentrasikan diri. Salah satu obsesi dan idealisme gerakan gothic adalah hidup abadi. Untuk mengonsentrasikan ini, mereka mencoba bersentuhan dengan kematian yang mereka yakini sebagai pintu menuju kehidupan abadi.
4. Alasan lain yang nggak disebutkan. Biasanya karena coba-coba atau tindakan imitasi.
Kedua, mereka punya ritual khusus yaitu dengan mengalirkan dan meminum darah. Hiiii…!!!
Meski berbeda dengan memotong bagian tubuh, motivasi mengucurkan dan meminum darah bisa sama. Perbedaan utama dari kebiasaan ini adalah bahwa fokus lebih bisa tercapai dengan meminum darah ketimbang memotong tubuh. Dalam sejarah, darah dipandang sebagai simbol paling kuat dalam sastra dan seni, menandakan kehidupan dan kematian sekaligus. Tindakan ini dilakukan dengan beberapa alasan, diantaranya:
1. Meniru vampire. Film dan kebudayaan pop lain pada masa lampau punya banyak cerita tentang vampire. Mereka adalah tokoh yang muncul dalam cerita-cerita tentang iblis dan setan yang takut sama salib, bawang putih dan air suci (dalam ajaran Kristiani). Daya tahan tubuh mereka juga lemah jika terkena sinar matahari. Asumsi ini lama-kelamaan berubah, vampire jadi sesuatu yang indah, abadi, muda, kuat, dan punya kebebasan. Vampire bukan lagi iblis pembunuh, tapi dijadikan simbol “apa yang diinginkan” manusia: ketidaktakutan, keabadian, kekuatan. Dengan keyakinan ini, mereka meniru kebiasaan vampire dengan mengadakan ritual meminum dan mengucurkan darah, yang mereka pahami sebagai tindakan menuju keabadian.
2. Rasa penasaran dan coba-coba. Beberapa dari mereka melakukan tindakan itu cuma pengen nyobain doang gimana rasanya, gimana darah itu memuncrat dan mengalir, kayak gimana, de-es-te.
3. Pengalaman erotis. Seks dipandang sebagai salah satu cara untuk berbagi dengan anggota lain dalam kelompok gothic. Buat sebagian orang, meminum darah bisa jadi merupakan bagian pengalaman berbagi kayak begini. Itulah sebabnya mereka melakukan ritual ini.
4. Fanatisme. Meminum atau mengucurkan darah memang bukan tindakan normal, sebab nggak semua orang melakukan itu. Namun, buat mereka yang fanatik sama kelompoknya, mereka bakal melakukan apapun, termasuk mengucurkan dan meminum darah, selama itu untuk kepentingan kelompoknya.
Semua ini makin menguatkan fakta kalo yang namanya gothic itu identik sama menyakiti diri sendiri. Jadi, nggak heran kalo ada teman kamu atau remaja lain yang “mencontek” gaya hidup semacam ini biasanya suka menyendiri, baik sengaja atau nggak, cenderung menyakiti diri sendiri, bersikap pemberontak, de-es-be.
Nah, tentang hal ini, ada info penting nih! Sebuah penelitian yang dilakukan beberapa peneliti Skotlandia mengungkap fakta kalo remaja yang mengadopsi gaya hidup gothic berpotensi lebih membahayakan diri sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri.Nah lho! Para peneliti menilai, gaya hidup gothic itu identik dengan pakaian warna gelap dan musik-musik introspektif. Dalam ekspresi musik, hampir mirip sama aliran punk.
“Meskipun nggak banyak remaja yang mengidentifikasi secara langsung sebagai anggota subkebudayaan gothic, angka percobaan bunuh diri dan tindakan-tindakan yang membahayakan diri sendiri dalam kelompok ini sangat tinggi,” begitu kata Robert Young, kepala penelitian yang dilakukan Glasgow University tersebut.
Tim peneliti Skotlandia itu menilai meski gothic adalah subgenre kebudayaan punk, tapi keduanya berbeda. Gothic lebih identik dengan estetika gelap dan kesan berbahaya. Marilyn Manson adalah salah satu figur yang banyak dipuja dan ditiru para penganut subkebudayaan gothic ini. Gaya hidup tersebut banyak menuai kecaman sebab dianggap identik sama kekerasan.
Riset para peneliti Glasgow University ini melibatkan 1.258 orang remaja berusia 11-19 tahun. Mereka ditanya tentang kekerasan terhadap diri sendiri dan keterkaitan mereka dengan berbagai kebudayaan remaja. Di Inggris, angka kekerasan terhadap diri sendiri di kalangan remaja mencapai 7-14%.
Penelitian yang diterbitkan di British Medical Journal itu mengungkapkan bahwa 55% remaja yang punya hubungan sama subkebudayaan gothic melaporkan tindakan yang membahayakan diri sendiri. Masih ada lagi, sebanyak 47% dari remaja ini juga sempat melakukan percobaan bunuh diri. Walah-walah!
Bahkan, setelah disesuaikan sama faktor-faktor lain kayak penyalahgunaan alkohol dan depresi sebelum mereka menganut gaya hidup gothic, para penganut itu masih memiliki level tinggi upaya kekerasan sama diri sendiri dan percobaan bunuh diri. Artinya, mereka yang mengadopsi budaya kekerasan ala gothic ini biasanya punya masalah kepribadian.
“Kemungkinan penyebabnya adalah mereka meniru tingkah laku ikon atau kelompok gothic. Namun karena penelitian kami mengungkap lebih banyak upaya kekerasan terhadap diri sendiri sebelum, bukan setelah, remaja menjadi gothic, muncul indikasi remaja berkecenderungan membahayakan diri sendiri mudah tersedot kedalam subkebudayaan gothic,” tegas Young.
Intinya, para penganut subkebudayaan gothic biasanya adalah mereka yang punya masalah mental. Hal ini diperkuat sama Michael van Beinum, seorang psikiater remaja dan anak-anak yang punya anggapan bahwa subkebudayaan gothic mungkin menarik bagi remaja yang menderita masalah mental.



Kota dan Komunitas Punk

Banyak orang salah kaprah menilai komunitas punk adalah borok masyarakat. Dandanan lusuh, bentuk rambut mohawk, jas dan dasi yang dikenakan saat konser-konser musik dan berkumpul, dan bentuk-bentuk busana konfrontatif lainnya pada mereka seringkali dianggap sebagai perusak tatanan nilai-nilai.
Padahal, sejarah mencatat dibalik penampilan yang tidak lazim tersebut tersembunyi semangat dan harapan yang besar. Di negara asalnya, Inggris, Amerika, dan negara-negara Eropa lainnya, pada tahun 1970-an bentuk rambut mohawk yang biasa menjadi style mereka adalah adopsi dari penampilan bangsa Indian, bangsa yang tertindas akibat kolonialisasi. Sedangkan pemakaian jas dan dasi adalah simbol protes kepada para kapitalis dan birokrat yang seringkali diberi label suci dan terhormat.
Di tahun 1990-an, keberadaan punkers (sebutan bagi komunitas punk) dapat dilihat di kota-kota besar semisal Bandung, Jakarta, Jogjakarta, Malang dan Surabaya. Bahkan, di Sidoarjo Jawa Timur, yang notabene bukan termasuk kota besar, komunitas ini cukup mempunyai eksistensi. Anggotanya terdiri dari berbagai macam golongan, yakni dari pelajar, mahasiswa, sampai dengan para anjal (anak jalanan) dan pengamen. Namun khusus di Surabaya, beberapa anggota punk ada juga yang berasal dari bonek (bondo nekat), suporter klub Persebaya yang terkenal kekerasan dan kenekatannya.
Musti diakui, ketika masuk ke Indonesia gaya hidup ini memiliki terjemahan lain. Apalagi ketika berbaur dengan kebudayaan kota yang notabene tempat dimana arus informasi berkembang pesat. Hal ini pulalah yang menyebabkan kondisi ciri khas kebudayaan kota berubah. N. Daljoeni (1978) menekankan bahwa pendekatan aspek mental dalam proses perkembangan kota, orientasi nilai-nilai serta kebiasaan hidup penduduk kota, baik yang terdiri dari bagian partikel terkecil, sesungguhnya merupakan produk behavioral (perilaku) dari suatu sistem sosial budaya yang lebih besar.
Setidaknya ada dua budaya besar yang melatarinya yakni, pertama, modernisasi yang diikuti globalisasi. Tidak dapat disangkal, dalam era tersebut produktivitas manusia merupakan hal yang utama. Jika sudah demikian, dampaknya selain tertuju pada perkembangan teknologi dan informasi, juga berpengaruh pada tingkat mobilitas sosial yang tinggi. Dengan hubungan rasionalistik, impersonal dan berorientasi pada tujuan, pada gilirannya menimbulkan kondisi anomi (keadaan renggang dari norma-norma yang dianut masyarat), ketidakberdayaan dan keterasingan, baik di tingkatan hubungan keluarga ataupun masyarakat.
Kedua, berlangsungnya rezim otoritarianisme Orde Baru. Telah menjadi anggapan umum bahwa zaman ini merupakan puncak dari pemerintahan RI yang represif. Segala doktrin pandangan hidup (way of life) selalu diseragamkan. Akibatnya, terjadi penindasan yang membabi buta bagi jalan menuju humanisasi. Dengan demikian, lahirnya komunitas punk di Indonesia boleh jadi adalah refleksi dari dimensi sosiologis yang berkembang.
Semangat punk yang mengkampanyekan kesetaraan dan solidaritas terhadap subjek-subjek yang tertindas seperti di negara asalnya menjadi inspirasi bagi anak-anak muda yang mulai mengkristal. Pada gilirannya, mereka pun memproklamirkan diri sebagai anak Punk. Ketika strata ini terbentuk, sudah barang tentu simbol-simbol perlawanan mulai diciptakan.
Menggelandang, cangkruk (berkumpul), body pearcing yang mengerikan, hingga memungut makanan dari sampah sebagai simbol anti kemapanan, seringkali dianggap sebagai perilaku yang menyimpang. Dalam kerangka filosofi punk, hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas). Karena caranya yang unik dalam menunjukkan identitas, maka benturan dengan pemerintah dan norma-norma masyarakat tak pelak sering terjadi. Terlihat, misalnya, dalam beberapa tahun terakhir beberapa kali anak-anak punk di Sidoarjo digaruk pemerintah lantaran menggelandang di persimpangan jalan dan di tempat-tempat umum lain. Bahkan sudah tidak terhitung lagi bagaimana ketidakharmonisan mereka di dalam kehidupan keluarga dan masyarakat lantaran dianggap aneh.
Kini simbol-simbol tersebut menjadi fashion yang ditunggangi kapitalisme. Dikemas dalam bentuk yang lebih menarik, dramatis dan membumi, tak heran proses peniruan gaya hidup ini menjamur sedemikian rupa. Bahkan tidak jarang saat ini terjadi “modifikasi” gaya hidup Punk yang “terdistribusi” dan tak lagi terlihat ekstrem. Menjamurnya distro, toko kecil yang menjual aksesoris Punk, adalah salah satu wujudnya. Seiring dengan itu, semangat perlawanan dan membuat perubahan pun luntur lantaran tergerus dengan budaya konsumerisme dan hedonisme.
Berbeda dengan penyebutan punk di negara asalnya yang merujuk pada bahasa slang untuk menyebut penjahat dan perusak, pola “gerakan” punk Indonesia yang dinamis dalam mengisi perkembangan musik, gaya menari, style, olahraga (skate boarding), graffiti maupun bidang-bidang yang lain, telah menginspirasikan istilah ini diplesetkan menjadi Pemuda Urakan Namun Kreatif (PUNK) sejak awal tahun 2000.
Namun kini, aksesoris Punk tak lebih hanya sebuah gaya hidup. “Ideologisasi” ini lazim terjadi di kota-kota. Yang lebih parah, hal itu berpotensi menyebarkan bentukan budaya baru (enkulturasi) secara massif mengingat kota selalu menjadi pusat perkembangan paradaban dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi.
Kepongahan cara berpikir anak muda sering terjebak pada peniruan belaka. Gaya hidup bangsa lain ditelan mentah-mentah sehingga melupakan esensi dari budaya bangsa. Sampai disini imperialisme kebudayaan mencapai puncaknya. Kalau dibiarkan, bisa jadi dalam beberapa tahun lagi generasi muda kita hanya menjadi robot kapitalisme dan kekuatan global.
Karena itu, patut menjadi bahan renungan bersama bagi pemerintah, para keluarga, guru dan kyai dalam menyikapi perubahan yang menyesatkan ini. Demi membina hubungan yang lebih intim dan menancapkan sense of value, komunikasi yang sehat perlu terus digalakkan di tengah kesibukan dan rutinitas.
Terobosan konkrit bisa diwujudkan dengan memasukkan pelajaran gaya hidup anak muda ke dalam kurikulum pendidikan. Dengan begitu, diharapkan berbagai pengalaman masa lampau berikut semangat dan harapannya dapat memicu kesadaran kritis sebagai penyeimbang pelajaran identitas nasional, sehingga siswa diajak untuk menjawab pertanyaan substansial kenapa harus mengikuti gaya hidup tertentu.
Jika simbol perlawanan tanpa diikuti tindakan sosial atas perubahan, hal itu akan menjadi sia-sia belaka. Jarang berproduksi dan berinovasi dalam ilmu pengetahuan, teknologi, serta berpikir kritis-konstruktif terhadap realitas, bukan tidak mungkin kelak bangsa kita justru akan menjadi bangsa kuli bagi negara lain. Semoga saja tidak ..ARYA WANDA WIRAYUDA


Punk Di Indonesia
Orang-orang di Indonesia pasti lebih banyak mengenal Punk dari fashion yang dikenakan dan tingkah laku. Mulai dari potongan rambut mohawk ala indian, feathercut, rantai, jaket kulit, celana jeans sampai sepatu boots. Identik dengan alkohol, kriminal sampai anti kemapanan. Tapi ternyata Punk tidak sesempit itu. Punk juga dapat berarti genre musik yang lahir di awal tahun 1970-an. Ciri khas musik dan lirik lagu punk yang sederhana, tegas, kasar, beat menghentak dan sudah pasti sarat kritik sosial. Mereka terbiasa menyindir penguasa melalui lagu-lagu.

Punk juga bisa berarti ideologi politik bahkan falsafah hidup. Dalam sejarah Punk merupakan sebuah kelompok budaya baru yang lahir di Inggris. Mulai 1980-an kaum punk menjelajah Amerika tapi tentu saja dengan gaya Amerika. Entahlah dengan Punk di Asia termasuk di Indonesia. Gaya Punk di sini mungkin telah berevolusi pula sesuai kultur.

Cukup mengherankan juga sebenarnya banyak yang merusak citra punk yang sebenarnya bermula dari gerakan anak-anak kelas pekerja di Eropa ini. Bedanya di Indonesia Punk kebanyakan bertumbuh dari fashion. Bukan dari akar sejarah, ideologi apalagi kreativitas seni yang anti tirani. Mungkin karena banyak dari generasi mereka di Indonesia yang berkeliaran di jalanan dan akrab dengan kriminal.

Punk adalah sebuah gerakan perlawanan anak muda. Di Indonesia pun banyak punkers tapi dengan gaya yang berbeda. Yang pasti adalah dengan fashion yang sama. Sebagian kecil dari punker tanah air sebenarnya adalah juga Punk sejati. Dapat dicermati dengan musik dan kreativitas seni lainnya mereka menunjukkan ciri perlawanan khas Punk. Tapi mungkin perlu ditambah sedikit lagi "keberanian" bagi punker Indonesia untuk "menjewer" penguasa melalui karya seni.
Berbekal etika DIY (Do It Yourself), beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.

Musik
Superman Is Dead
Punk rock merupakan suatu salah satu aliran musik yang dalam perkembangannya masih dipandang sebelah mata dalam masyarakat kita, dikarenakan musiknya yang keras dan liriknya sedikit menyindir ataupun seronok dan pilihan katanya pun terkadang asing ditelinga kita, namun dalam bermusik tidak terlepas dari yang namanya seni, seni merupakan ekspresi diri seseorang ataupun kelompok yang tidak ada batasannya dalam mencurahkannya atau menyalurkan bakat mereka, salah satunya melalui bermusik, selama itu masih dalam norma-norma hukum yang berlaku. Namun bicara kualitas dalam bermusik, band yang mengusung aliran punk rock ini lebih baik dibanding dengan band yang bermunculan saat ini yang hanya bermodalkan tampang ganteng ataupun cantik saja, namun kualitas atau basic bermusiknya masih diragukan atau dipertanyakan. Ada lagi artis-artis yang hanya mengandalkan wajah cantik, ganteng dan popularitas mereka, tanpa tahu artinya bermusik.

Komunitas band yang beraliran “punk rock” saat ini sudah lebih baik dalam perkembangannya, masyarakat Indonesia sudah mulai menerima band yang beraliran punk rock, walau tidak semua dapat menerimanya. Band punk rock sudah dapat bersaing dengan band-band yang mengusung aliran tentang cinta-cinta terus. Muak denger lagu tentang cinta terus, cobalah anda mendengarkan lagu band yang mengusung aliran punk rock, keunggulannya melalui lirik dan aransemen yang sangat simple namun sangat membangkitkan semangat kita dalam menjalani hidup ini dan membuat tegar dalam menghadapi cobaan apapun, salah satu band ternama dan cukup terkenal yaitu “Superman Is Dead” dapat menjadi contoh dalam bermusik, mereka tetap bermusik dengan aliran punk rock walau caci maki datang memghampiri mereka, namun mereka tetap bertahan tanpa memusuhinya. Mereka muak dengan yang namanya perbedaan, semua kita sama, tidak ada yang berbeda, mereka bermusik untuk indonesia. Jadi jangan memandang sebelah mata, mereka yang bermusik dengan aliran punk rock, tetap semangat, keep move.




Dari sosial
sumedang sosial punk
Kamis, 14 April 2011
Dari keributan-keributan seperti itu maka akan timbul Prejudice dari masyarakat bahwa Punk identik dengan kekerasan. Namun Kekerasan itu sendiri ditentang oleh Punkers atau anak Punk (sebutan bagi anak-anak bergaya hidup Punk). Bagi mereka kekerasan hanyalah suatu tindakan bodoh namun entah mengapa selalu terjadi keributan dalam suatu event atau acara musik yang diadakan oleh mereka.
    Kekerasan yang mereka lakukan kadang muncul sebagai pengaruh minuman keras. Minuman keras sudah tidak terlepas dari kehidupan mereka yang sebagian besar memang peminum minuman keras.
    Kekerasan dalam komunitas mereka sendiri tidak jarang terjadi. Perkelahian antar anak Punk atau sekedar saling melakukan tindakan kekerasan ketika mereka berjoget didepan panggung sebuah acara musik punk. Kekerasan saat mereka menikmati musik ini seperti sudah menjadi sebuah ritual dalam komunitas punk. Saling memukul dan saling menendang bahkan bergulat bergulingan menjadi hal yang biasa saat mereka berjoget mengikuti irama lagu. Hal ini mereka anggap sebagai ungkapan kebebasan. Dalam komunitas ini kekerasan tidaklah menjadi sesuatu yang anti sosial. Menurut mereka, mereka melakukan kekerasan biasanya karena mereka diganggu lebih dahulu. Namun mereka bukanlah sumber dari kekacauan.
    Di Jakarta Komunitas Punk yang biasanya bermatapencaharian di bidang informal. Misalnya berjualan aksesoris perlengkapan pakaian punk, kaset-kaset punk (yang biasanya bajakan), dan usaha lainnya yang biasanya tidak jauh dari gaya hidup mereka. Tidak sedikit juga dari mereka yang menjadi polisi cepek di putaran-putaran jalan dan menjadi pengamen. Mereka dalam kehidupannya sebagaimana sudut pandang mereka yang anti kemapanan maka dalam hal mata pencaharian mereka tidak mencari untung yang sebesar-besarnya. Mereka mencari uang hanya untuk bertahan dan menikmati hidup serta untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya.

    Tidak jarang massa Punk menggelar aksi demonstrasi terhadap pemerintah. Mereka terkadang membawa nama suatu partai dalam aksi-aksinya dimana banyak massa Punk yang tergabung dalam partai politik tersebut. Punk juga mempunyai ideologinya sendiri tentang politik. Ideologi mereka dalam menyikapi proses politik adalah Anarki. Keanarkian ini dianggap sesuai dengan motto Do It Yourself yang mereka anut. Keanarkian ini yang dimaksud ialah tidak adanya pemerintahan.
    Hal-hal seperti diataslah yang dapat menyebabkan suatu subkultur Punk dinilai sebagai suatu penyimpangan oleh masyarakat umum. Tidak hanya perorangannya namun juga kebudayaannya itu sendiri. Kebudayaan ini biasanya disosialisasikan ke anak-anak muda sekitar 12-18 tahun. Suatu bentuk kebudayaan yang menawarkan kebebasan dan anti kemapanan yang disosialisasikan kepada anak usia remaja akan sangat mungkin untuk diserap oleh remaja-remaja itu.
    Anggota kebudayaan ini tidak selalu anak-anak muda. Tidak sedikit orang-orang dewasa yang mungkin sudah tidak bergaya hidup punk namun masih ber ideologi punk dan bersemangatkan sudut pandang Punk.
Dalam melihat sebuah kebudayaan kita harus melihatnya secara holistik dan dengan menghilangkan sikap etnosentris. Kebudayaan Punk juga harus dilihat dari sudut pandang mereka juga. Masing-masing kebudayaan mempunyai suatu nilai-nilainya sendiri. Walaupun Punk mempunyai kebudayaan yang berbeda dari masyarakat pada umumnya tetapi mereka tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dari masyarakat umumnya. Karena itulah Budaya ini menjadi suatu subkultur dalam budaya urban industrialis.
    Pengimitasian juga sangat mungkin terjadi dalam proses enkulturasi Punk karena adanya pengidolaan bintang-bintang musik Punk yang menjadi model bagi pengimitasi. Pengidolaan yang dialami remaja sangat mungkin menjadi sebuah proses enkulturasi dimana remaja yang masih labil disosialisasikan suatu bentuk budaya yang dapat diikutinya. Proses regenerasi budaya (enkulturasi) ini melalui pembelajaran yang bersifat imitasi dari kebudayaan pendahulunya. Pengenkulturasian ini tidak terlepas dari peran media yang mendorong terjadinya proses enkulturasi. Selain melalui musik, proses perambatan nilai juga terjadi melalui media lain misalnya media cetak. Sistem informasi mereka juga melalui suatu sistem yang mandiri. Mereka menerbitkan semacam media cetak dalam bentuk buletin atau majalah independen yang dibuat dengan biaya sendiri yang seadanya. Media cetak independen ini disebut Zine. Zine -diambil dari kata Magazine- sebenarnya tidak hanya ada di komunitas Punk namun juga komunitas minoritas  lainnya misalnya komunitas sastra, homosexual atau hacker.
    Bentuk-bentuk munculnya budaya punk dapat dilihat sebagai bentuk bricolage yang dilakukan oleh pemuda dalam menghadapi budaya yang sudah ada sebelumnya. Pemaknaan baru dari makna yang sudah ada sebelumnya terjadi dalam bentuk-bentuk fashion statement. Penggunaan peniti, kalung anjing, asesoris fetisisme dan berbagai bentuk lain juga menunjukkan pemaknaan baru dari berbagai hal yang sudah memiliki makna sebelumnya. Bentuk-bentuk inilah yang menjadikan punk sebagai sebuah sistem subkultur yang berbeda.

Re-definisi Punk

‘Anak punk’. Begitulah biasanya orang menyebut para peminat punk (dalam segala definisinya tentang apa itu ‘punk’).Beberapa waktu lalu, bukan hanya di Indonesia, dunia internasional sampe ikut-ikutan mengekspos tentang fenomena penangkapan 65 anak punk di Aceh, menggundulinya, dan merehabilitasi mereka. Fenomena ini jika kita lihat dalam worldview Islam sungguh merupakan fenomena yang menyedihkan. Mengapa begitu?
Sejak dulu, fenomena punk di Indonesia selalu dihadapkan dengan masalah bahwa anak-anak punk tidak lebih dari sekedar sampah masyarakat. Mereka dianggap tidak lebih dari kumpulan remaja yang memiliki latar belakang keluarga yang “broken home” lalu menjadikan gaya hidup tersebut sebagai semacam ‘pelarian’. Kata “punk” yang dalam kamus berarti “berandalan”, akhirnya memang tidak lebih dari sekedar anak-anak yang tidak mau di atur dan tidak memiliki masa depan yang jelas. “No future!”, begitu kata beberapa teman saya dulu.
Punk di Indonesia memang muncul dari beberapa kelas sosial di masyarakat. Dari kelas bawah, dia benar-benar berwujud anak-anak jalanan yang hidup dipinggir jalan, tidur di trotoar, nongkrong di pom bensin, tidak pernah mencicipi mandi apalagi gosok gigi. Kerjaan sehari-hari mereka biasanya mengamen, jualan koran, atau aktivitas lain yang bisa menghasilkan uang recehan di setiap persimpangan traffic light. Mereka (anak punk-red) yang di kelas sosial ini adalah orang yang sangat miskin hidupnya. Jika hari itu tidak mengamen, maka hari itu pula mereka tidak makan. Selain itu, kehidupan mereka juga sangat dekat dengan peluang-peluang melakukan kriminalitas dijalanan, alkohol, rokok dan mabuk dengan menghirup lem. Anak-anak punk yang seperti inilah yang akhirnya bernasib seperti fenomena di Aceh yang dibahas di atas.
Untuk anak-anak punk kelas ini, saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan mereka. Dahulu ketika 14 tahun yang lalu, maupun beberapa bulan lalu saya diajak seorang aktivis dakwah yang ingin menunjukkan sasaran dakwahnya di sebuah pom bensin di salah satu perempatan jalan kota Bandung tetap sama kondisinya. Tidak berubah. Punk dari kelas sosial bawah masih seperti itu fenomenanya.
Dari kelas menengah, biasanya muncul dari sekumpulan anak-anak sekolah menengah yang berawal dari ketertarikannya terhadap musik punk. Entah berawal setelah mendengarkan radio, video klip di tivi, atau bisa juga setelah menonton konser rock yang orang bilang “ini mah namanya musik punk, dik..”. Akhirnya setelah itu mereka tiba-tiba jadi penggemar fanatis. Punk dari kelas menegah ini jelas bukan dari latar belakang ekonomi yang sangat kekurangan. Mereka dari keluarga yang kecukupan. Dan umumnya tidak terlalu ada masalah dengan kondisi keluarganya. Justru biasanya, setelah mengenal punk jadi malah menimbulkan masalah baru. Mereka mulai ikut-ikutan meniru para idola barunya. Mulai tidak mau diatur sama orang tuanya. Dalam hatinya ada gengsi. “Masa anak punk kok taat sama orang tua?”, gitu dalam benaknya kali. Akhirnya suka membantah sama orang tuanya. Berbuat semaunya. Apalagi orang tuanya mulai shock, heran, bercampur sedih ketika tiba-tiba melihat rambut anaknya dipotong mohawk, di cat warna-warni, pake anting, piercing, hidung dan bibirnya dicoblos sana-sini. Mungkin biar mirip Tim Armstrong (vokalis Rancid), tapi hal itu tidak mungkin dijelaskan kepada orang tua karena jelas mereka tidak akan nyambung. Akhirnya masalah baru malah timbul. Padahal sebelumnya serasa tidak ada masalah apa-apa dengan keluarga.
Terakhir, dari kelas atas, punk biasanya muncul dari problematika anak yang kurang mendapatkan perhatian secara psikologis dari orang tua. Orang tua lebih dianggap sang anak sebagai orang yang mengekang, diktator, bahkan musuh bagi sang anak dalam memilih jalan hidupnya. Tidak ada keterbukaan diantara kedua belah pihak sehingga, sang anak mencari ‘pelarian-pelarian ‘ yang memungkinkan bisa memuaskan bagi hatinya. Kehidupan ekonominya tidak diragukan lagi. Jika mereka punya band-band punk, sudah bisa dipastikan secara fasilitas akan lebih mudah terpenuhi ketimbang anak-anak punk kelas menengah, apalagi kelas bawah yang mungkin belum pernah merasakan menyentuh uang ratusan ribu. Mereka yang dari kelas atas inilah biasanya yang memiliki band-band terkenal yang ‘menang’ dari segi ekonomi, skill, dan akses terhadap link-link record label, maupun distribusi rilisan rekaman mereka. Secara ekonomi mereka mampu membeli gitar Gibson, effect gitar yang canggih, kemana-mana naik sedan yang mulus, atau nongkrong di kafe-kafe mahal. Band-band mereka biasanya lebih mainstream ketimbang band-band punk kelas menengah. Akses mereka terhadap alkohol, rokok, narkotik maupun free sex juga lebih besar. Ketika memiliki pemikiran-pemikiran yang menyimpang (menurut worldview Islam) akan lebih berbahaya ketimbang lainnya dikarenakan mereka memiliki akses terhadap media dan kekuatan pengaruh mereka sangat tinggi. Sama halnya dengan kasus Arian13, vokalis band Seringai yang sengaja mengobarkan perang dengan para pejuang dakwah Islam yang berusaha membendung arus pornografi di Indonesia. Ribuan orang fans Seringai, termasuk mereka yang jelas mayoritas muslim, spontan ikut bertepuk tangan mengamini hinaan yang Arian13 lakukan kepada syariat Islam.
Namun dari sekian banyak fenomena punk di Indonesia yang berasal dari berbagai kelas sosial tetap saja bisa diambil benang merahnya, bahwa mereka tidak pernah lepas dari label “no future” dimata masyarakat. Meskipun beberapa dari gerakan punk kelas menengah memilih untuk lebih menitik beratkan pada aspek ideologis, seperti pemikiran anarkisme, tetap saja hal itu tidak mampu merubah citra negatif mereka di masyarakat. Mereka lebih dikenal sebagai sesuatu yang negatif, ketimbang positifnya. Kembali lagi, ambil saja contoh kasus penangkapan anak-anak punk di Aceh lagi. Mereka disana ditangkap ketika sedang menghadiri event konser musik punk yang ber-title “Aceh For The Punk, Parade Music dan Penggalangan Dana Untuk Panti Asuhan”. Dari tema acaranya saja, mereka seperti menunjukkan bahwa punk juga peduli masalah sosial. Padahal ironisnya, justru merekalah yang dianggap masalah sosial tersebut.
Punk, ketika awal munculnya merupakan bentuk pemberontakan terhadap penguasa tiran. Gerakan ini muncul karena bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang dilakukan terhadap penguasa terhadap rakyat. Sampai-sampai slogan yang cukup populer di kalangan punk berbunyi “making punk a threat again!”. Ini untuk mengembalikan punk kepada semangat awal mula punk itu dilahirkan. Memang tidak bisa dipungkiri, negara-negara Barat ketika itu adalah negara yang sangat berorientasi kapital. Tidak peduli dengan nasib masyarakat. Negara menjadi penghisap kesejahteraan rakyatnya sendiri. Oleh karena itu sudah menjadi hal yang relevan jika ada gerakan yang menentangnya. Namun, dalam pandangan Islam, saya sebagai penulis melihat fenomena ini tidak akan mungkin muncul jika penguasa ketika itu mampu memberikan yang terbaik untuk rakyat. Pemimpinnya adil. Masyarakat sejahtera dan makmur. Dilindungi hak-haknya. Serta ‘dilayani’ dengan baik oleh para pemimpinnya. Karena dalam Islam, tanggungjawab pemimpin itu luar biasa besarnya. Akan menjadi dosa besar jika perut pemimpin bisa kekenyangan sedangkan rakyatnya banyak yang kelaparan. Dalam konsep kenegaraan dan kepemimpinan dalam Islam, dan dibuktikan keberhasilannya melalui sejarah Rasulullah Saw dan beberapa khalifah sesudahnya, benar-benar sistem Islam mampu menjadi solusi bagi ketidakadilan sistem-sistem yang lain (ciptaan manusia), seperti demokrasi, monarki, dan lain sebagainya. Islam sebagai agama yang komprehensif sudah seharusnya mampu menjadi solusi bagi segala bentuk permasalahan sosial.
Maka dari itu, jika permasalahannya adalah image punk di masyarakat dianggap negatif, maka sudah seharusnya ada re-definisi ‘punk’ yang tidak keluar dari koridor prinsip-prinsip dasar Islam. Perlu adanya gerakan punk yang baru. Sebuah gerakan yang sedikit berbeda dengan filosofi bagaimana punk dilahirkan. Jika punk dulu muncul karena perlawanan terhadap tirani, maka punk kali ini masih tetap pejuang-pejuang melawan tirani, namun dilandasi batasan-batasan yang Islami. Akan muncul saatnya kita harus melawan pemerintah, ketika pemerintah mengajak rakyatnya menuju kekufuran, menyekutukan Allah Swt, atau bahkan keluar dari Islam. Disaat seperti inilah gerakan ‘new’ punk ini bergerak, muncul dipermukaan untuk jihad fii sabilillah melawan penguasa kafir dan zalim (taghut-red). ‘New’ punk ini masih tetap akan menjadi ancaman, sebagaimana slogan populer mereka dulu:“making punk a threat again!”. Namun ancaman yang dimaksud disini adalah ancaman bagi ketidakadilan, ancaman bagi penindasan, ancaman bagi kemaksiatan, ancaman bagi kejahatan, yang semuanya itu dilihat dalam kacamata (worldview) Islam. Waktu-waktu luang mereka diisi dengan memperbaiki diri melalui beribadah dan terus belajar. Keilmuan menjadi tradisi yang mampu membuat mereka berprestasi dimasyarakat, sehingga mampu memberikan citra positif kepada publik.
Oleh karenanya, mungkin suatu hari bisa saja terjadi, anak-anak punk yang masih kekeh dengan prinsip mereka terdahulu berdampingan dengan anak-anak “new punks” untuk melawan ‘objek’ yang sama. Namun yang berbeda hanya niatnya dan bagaimana mereka memandang permasalahan yang dihadapinya. Seperti misalnya melawan penindasan Israel terhadap Palestina. Yang satu berjuang demi kemanusiaan, hak asasi, ekonomi, prinsip hidup, dan hal-hal yang sebatas duniawi lainnya. Sedangkan yang satu lagi, memperjuangkan itu semua demi mencari keridhoan Allah Swt. Berjuang karena hal itu memang diperintah oleh Allah Swt. Bukan sekedar gaya hidup. Bukan sekedar tujuan duniawi semata yang pendek dan fana. Tapi tujuan akhirat yang jauh lebih indah dari itu semua. Yang itu semua mereka yakini sebagai janji yang tidak mungkin diingkari oleh Rabb semesta alam.
Wallahu a’lam.
Share this:
Like this:
Be the first to like this post.
Filed under: Kolom Aik
5 Responses
  1. MARCO says:
permisi salam kenal mas
ini hanya sekadar sharing lho ya bukan untuk perdebatan yang tiada habisnya…hehhhehhhehhehe sebelumnya saya ingin menanyakan apakah anda ingin mengkombinasikan dua ideologi??
karena dari yang saya baca atas tulisan2 menarik di atas dan juga beberapa tulisan lainnya anda ingin menggabungkan antara punk dengan agama yang anda anut…
jika saya boleh berbicara sedikit tentang tulisan anda
adalah menurut saya dua ideologi tersebut tidak bisa disamakan karena dua ideologi itu memang berbeda maksud saya jika punk adalah ideologi yang ada karena ketidak puasan terhadap sistem yang ada pada saat punk itu sendiri lahir,dan sedangkan islam adalah sebuah ideologi yang lahir dari jaman punk itu ada makna dan tujuan dua ideologi itupun sudah berbeda punk ada di tujukan kepada semua golongan tanpa memandang agama,kasta,kepada semua pokoknya..hehehehehe dan punk lebih kepada sebuah pergerakan..yang dilakukan oleh semua kalangan tanpa memakai embel2 agama atau yang lainnya untuk tujuan kehidupan yang lebih baik menurut hemat orang2 tersebut selama hidup didunia…
dan jika pada agama adalah sebuah keyakinan untuk kehidupann setelah kita hidup di dunia…jadi punk adlah punk agama adalah agama.jika anda ingin menggabungkan keduanya tidak akan bisa…karena punk tidak ada dalam ajaran agama sedangkan punk juga tidak memasukkan unsur agama dalam ideologinya……
jika anda seorang muslim tetapi juga seorang punks maka bejalanlah diantara keduanya maksudnya jika kamu berbicara tentang punk jangan membawa 2nama agama,namun jika berbicara tentang agama maka jangan membawa2 nama punk karena setahu saya hal semacam punk juga tidak pernah diajarkan dalam agama…atsu mungkin anda ingin menjadi penemu sub cultur baru??punk muslim barang kali??hehehehehe
sekian dari saya apabila ada yang kurang berkenan saya mohon maaf……MARCO
salam kenal juga
mohon maaf, saya baru aja update blog ini. bukan malas membahas.
dan mohon maaf juga, kalau anda tidak setuju dengan mengkombinasikan 2 hal antara punk dan Islam maka sah-sah saja buat saya. kalau saya mau buat definisi sendiri untuk punk maka ya terserah saya juga. Tidak ada pakem untuk mendefinisikan punk didunia ini. kalo ada yang risih dengan definisi yang saya buat, maka anggap saja definisi ini hanya saya secara personal. atau ada yang mau mendefinisikan lain lagi?
jika anda berpikir bahwa punk tidak diajarkan dalam Islam, maka sebenarnya nge-band model apapun juga gak diajarkan dalam Islam kok. Maka dalam pembahasan tentang hal ini ada di bab tersendiri. bukan disini.
Punk menurut saya adalah tools. untuk menyampaikan apa yang saya pikirkan. itu aja. gak lebih dari itu. anda gak setuju? monggo saja…bebas
sub culture baru? hmm…gak tertarik deh.. hehehe
but, saya tetap makasih atas kritiknya. saya akan jadikan masukan aja. tidak akan mengubah pandangan saya sedikitpun.
  1. MARCO says:
waduh rupanya anda malas membahas tulisan yang saya tulis kemarin….malah sekarang di hapus berarti anda itu kuraang berani dan mempertanggung jawabkan apa yang anda tulis….sungguh disayangkan….
udah dibalesin tuh mas bro…
  1. minke says:
Sebenarnya ada beberapa hal yang sama antara punk dan islam, karena baik punk maupun islam cenderung mengedepankan pengendalian diri, self control terhadap diri terhadap lingkungan sosial, Punk menurut saya tidak pernah lepas dari ide dan ajaran anarkis yang apabila di peras mempunyai intisari yakni self control, semangat kolektifitas dan Do It Yourselfnya, begitupula dengan islam, islam selalu mengajarkan ritme hidup yang didasari dengan ketakwaan (self control) agar tidak melanggar syariat yang ditentukan oleh Allah Swt, dan juga islam mengajarkan kita untuk hidup saling mengisi dalam aspek sosial yang kaya mengangkat derajat yang miskin dan seterusnya ( menurut saya satu-satunya agama yang mengajarkan hidup secara kolektif adalah islam). dalam islam juga tidak pernah mengajarkan kita untuk tunduk terhadap sang tiran, saya juga sependapat bahwa punk hanya sebuah tools untuk menggapai apa yang kita yakini bahwa kesadaran kolektifitas anti otoritarian yang agamis revolusioner

Jan 8, '10 9:31 AM
untuk semuanya
Punk sebagai subkultur muncul pada pertengahan tahun 1970-an di Inggris dan Amerika dengan menyatakan dirinya melalui dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang pada komunitas subkultur Punk menyatakan diri sebagai golongan yang anti fesyen, dengan semangat etos kerja “do-it-yourself” (D.I.Y) yang tinggi.   

Subkultur Punk lahir sebagai salah satu jawaban dari produk kapitalisme, terutama menentang kebijakan pemeintahan yang berkuasa dan merugikan rakyat. Inggris yang merupakan tempat kelahiran komunitas Punk, mengalami industrialisasi yang pesat dalam segala bidang. Dari situ juga timbul berbagai masalah sosial, seperti pengangguran, kemiskinan, lapangan pekerjaan yang tidak tersedia. Melihat keadaan sosial demikian, Punk lahir sebagai respon dalam menentang kebijakan pemerintahan yang merugikan rakyatnya lewat lagu dan demonstrasi-demonstrasi yang diorganisir oleh Liga Spartakis, misalnya, atau tergabung dalam grup-grup Marxis, Leninis, Trotskys, dan lainnya.   

Ritual-ritual yang tampak dari subkultur Punk seperti fesyen, musik, atau bahasa, dilihat sebagai usaha untuk memenangkan ruang kultural dalam kebudayaan dominan.   

Punk sebagai Musik Perlawanan   

Jalur musik sebagai salah satu ruang dalam melawan kebudayaan global, ditandai dengan munculnya band-band yang mengusung nilai-nilai humanisme lewat permainan distorsi gitar yang keras, cepat, dan lirik pendek, yang isinya mengenai protes sosial. Musik Punk merupakan salah satu bentuk musik perlawanan, dan evolusi dari musik rock n roll. Band-band Punk pelopor seperti The Ramones, Sex Pistol, The Clash, dan lain-lain, tidak lepas dari nuansa rock n roll tersebut. Jika ditinjau dari segi ideologinya, dimana Punk lahir dari ketertindasan oleh ketidakadilan sosial baik dalam bidang ekonomi maupun politik, tidak heran bila dalam lagunya, musik Punk selalu mencerminkan sikap protes kesenjangan sosial.   

Fenomena sikap protes sosial melalui jalur musik ini dapat dilihat dari band-band Punk terkemuka di era sekarang semacam Ataris, Bad Religion, Green Day, Good Charlotte, Sum 41, Blink 182, Foo Fighters, Rancid, NOFX, dan lain-lain yang masih terus berjalan berbekal dari latar belakang kelahirannya dan juga pengaruh dari band-band Punk sebelumnya. Contoh pada video musik Sum 41 dengan judul lagu Pieces, menceritakan bagian-bagian perjalanan kehidupan orang-orang di kota besar yang terkesan hedonis. Dalam hal ekonomi mereka serba mencukupi kebutuhannya dan lebih banyak waktu luang untuk pemuasan kepentingan pribadi, semua terkesan teratur dan sempurna, tetapi keadaan yang dikatakan sempurna dalam hidup mereka hanya merupakan suatu drama kehidupan, kesempurnaan hidup yang palsu. Video musik ini mempertanyakan kembali dari sudut pandang yang mana hakikat hidup ini dapat dinilai sebagai suatu kehidupan yang sempurna (perfect life).   

Keberadaan band-band Punk masa kini seperti yang dituliskan sebelumnya, terbukti mampu membentuk komunitas Punk skala global dalam menyatukan suara perlawanan kedalam bentuk sebuah situs terkemuka seperti http://www.punkvoter.com/ yang sudah mengglobal. Kehadiran situs ini sebagai sarana komunikasi cyber bagi komunitas Punk global dalam memperkenalkan nilai-nilai dan budaya mereka dalam menyikapi dominasi budaya mainstream yang kurang humanis.    

Semua yang diperlihatkan subkultur Punk lewat gaya hidup, dari gaya pakaian, model rambut, serta asesoris lainnya bukan hanya dinilai sebagai sebuah penampilan, melainkan suatu demonstrasi ideologi.    



 
Percaya atau tidak, menjadi ibu adalah sunatullah perempuan. Sebuah fase kehidupan yangmengalir indah, tanpa beban, dan nampak mudah dilakoni oleh semua perempuan. Ibu menjadimadrasah pertama bagi anak-anaknya dan bertanggung jawab mendidik anaknya agar taat
kepada Allah. Jika sejak dini para “Ibu” siap menjadi ibu ideal, maka anak yang berkepribadian
baik dan bertaqwa dapat diwujudkan. Sebaliknya, jika ibu lebih memuja paham hedonisme,sehingga para ibu lebih memilih bekerja di luar demi meraih uang sebanyak-banyaknya danmenyerahkan pengasuhan anak pada baby sitter, maka bersiaplah melihat kehancuran keluarga.Pada akhirnya hanya kasih sayang, perhatian, dan kesabaran yang luar biasa dari seorang ibuyang mampu membentuk pribadi yang baik bagi anak-anaknya. Seorang ibu harus bisa
menciptakan “baiti jannati” untuk keluarganya, sehingga terbentuklah keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah













Baju Koko, Hati Tetap Punk

Baju Koko, Hati Tetap Punk
Oleh: Irawati
Alumni DIII Manajemen Informatika Unsyiah
Olahraga ke Blang padang menjadi rutinitas akhir pekan bagi sebagian orang, termasuk saya.Tidak lengkap rasanya jika rutinitas ini tidak dilanjutkan dengan menyantap beberapa kuliner yang dijual di sepanjang jalan.Lagi asyik-asyiknya menyantap jajanan, tiba-tiba, jreng..jreng… suara gitar membuat kami berhenti sejenak menyantap jajanan. Dan opss, saya sedikit kaget melihat si pemilik gitar bersama beberapa kawannya.Ternyata mereka adalah anak-anak punk yang ngamen.
Takut, itulah kesan pertama kala melihat anak punk dari dekat.Mungkin karena penampilan mereka yang sedikit urak-urakan. Dengan rambut mohawk, memakai anting, celana robek dimana-mana dan baju yang nyentrik. Ternyata bukan hanya kami yang melongo melihat mereka.Anak punk ini cukup menyedot perhatian para penyantap jajanan.Merasa kami kurang respect terhadap mereka, mereka pergi berlalu mengunjungi para penyantap jajanan yang lain. Diluar dari sisi style pakaian mereka yang membuat orang takut, mereka hanyalah anak remaja biasa yang penampilannya diluar kebiasaan anak remaja yang lain. Namun, acapkali penampilan mereka saja sudah membuat orang takut tanpa mereka sengaja menakuti orang.Tapi yang namanya  masyarakat Aceh  yang dipandang agamis, tentu saja menganggap ini sebuah hal yang kurang bisa diterima dalam ruang lingkup kehidupan negeri bersyariat ini. Terutama penampilan mereka.Padahalprilaku mereka tak seburuk penampilannya.Namun tak dipungkiri juga sebagian dari mereka juga memiliki prilaku yang negatif.Entah itu memakai narkoba, merusak fasilitas umum, atau mengganggu keamanan lingkungan.Jadi wajar saja jika kebanyakan orang yang kontra terhadap anak punk ini.
Mengenal anak punk
Punk adalah kelompok yang menentang multi-nasionalisme dimana orang suka mengeksploitasi sesuatu, polusi dan penderitaan sesamanya. Punk berfikir sebagai gerakan perubahan social yang berjuang hanya untuk kehidupan yang merdeka, selaras dan untuk sebuah alternatif gaya hidup, merdeka, tanpa Negara, tanpa bendera, tanpa panji-panji dan tanpa batas. Do it by yourself adalah prinsip kelompok ini. Kandungan kalimat ini adalah paham anarki, karena menurut mereka anarki adalah suatu paham ideal yang hampir semuanya terkait tentang pemberontakan menuju persamaan (derajat, jenis kelamin), kemanusiaan, feminisme yang menghormati segala bentuk kehidupan ini. (anneahira.com). Namun paham anarkis ini tidak sepenuhnya diartikan seperti itu oleh masyarakat.Masyarakat lebih menganggap paham anarkis adalah paham yang melakukan pemberontakan kearah yang negatif, sehingga mengganggu keamanan.
Punk, istilah yang tidak asing lagi di telinga masyarakat Aceh.Apalagi pasca penangkapan anak punk sejumlah 65 orang, punk menjadi hot topik untuk diperbincangkan. Pro dan kontra tentu saja muncul dalam masalah ini.Sebagian orang menganggap penangkapan ini melanggar hukum dan hak asasi manusia.Karena mungkin tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh mereka. Mereka dipaksa digunduli dan “dibina” diluar kemauan mereka, dipermalukan di depan public, tidak diizinkan menghubungi keluarganya, tidak mendapatkan pembelaan hukum, selain itu mereka dibatasi kebebasannya dalam berekspresi dan berkumpul sehingga timbul diskriminasi kelompok social.Tak heran jika berbagai aksi solidaritas terus mengalir dari berbagai penjuru untuk mengecam aksi penangkapan ini, tidak hanya dari dalam negeri, bahkan dari luar negeri. Contohnya saja sekelompok anak punk di Moskow, Rusia melakukan aksi solidaritasnya dengan mencoret-coret pagar kantor kedutaan besar Republic Indonesia di Moskow dengan tulisan “punk is not crime”.Seperti yang dilansir di media ru.indymedia.org, para punk Moskow ini merasa tersinggung oleh tindakan polisi syariah Aceh yang menangkap 65 anak punk di Banda Aceh.Kontraversi penangkapan punk Aceh ini terus mendapatkan ocehan, ada yang mengganggap ini hanya tindakan yang tidak perlu.Kenapa tidak para koruptor saja yang di tangkap, para pelanggar syariat, atau para pengganggu keamanan?
Pro dan kontra
Bagi yang pro terhadap penangkapan ini, menganganggap ini adalah suatu tindakan yang benar.Tidak ada pelanggaran HAM yang dilakukan pada saat pembinaan di SPN Seulawah.Karena yang mereka lakukan adalah mengembalikan jati diri anak punk ke jalan yang benar, sesuai dengan ajaran agama.Pembinaan yang ditujukan kepada punker ini hanyalah semata-mata untuk kebaikan mereka.

Seperti yang di lansir dari harian-Aceh.com “Orang asing banyak menyalahkan tindakan Kapolda Aceh. Tapi tidak demikian dengan kalangan terkemuka di Aceh. Wakil Walikota Banda Aceh sendiri mengatakan: “Di Aceh tidak boleh ada komunitas anak punk, apalagi masyarakat kota Banda Aceh berkomitmen menjalankan hukum syariat Islam dalam kehidupannya sehari-hari.”
Kalangan ulama Aceh juga mengapresiasi cara aparat Polda setempat“memperlakukan” punk di SPN Seulawah. “Kami berterima kasih kepada Kapolda Aceh Irjen (Pol) Iskandar Hasan dan jajarannya yang telah mengembalikan anak punk ke jalan hidup sebenarnya sesuai anjuran agama,” kata Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk Faisal Aly.Di lain sisi, Faisal Ali menyesalkan sikap sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terutama yang berafiliasi dengan hak asasi manusia (HAM) yang menyoroti seolah-olah tindakan Polri dalam membina anak punk melanggar HAM.
“Tidak ada pelanggaran HAM oleh polisi. Apakah cara polisi yang melakukan pembinaan kembali setiap individu yang salah dianggap melanggar HAM. Jika ada yang beranggapan begitu maka kami menyesalkan LSM HAM tersebut,” kata dia.
Begitu pula Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Prof Tgk H Muslim Ibrahim, juga mendukung langkah Kapolda Aceh dan Pemkot dalam meenangani anak punk, serta penegakan syariat Islam.
“Langkah Pak Kapolda sudah pada jalur. Kami sangat mendukung, sehingga citra syariat Islam di Aceh tidak dikotori oleh hal-hal yang menyimpang,” ujar Tgk Muslim Ibrahim pada media.Pembinaan oleh polisi di SPN Seulawah cukup baik, katanya.Apalagi mengajak anak-anak punk untuk shalat berjamaah.Dia meminta pihak-pihak yang tidak mengetahui karakter Aceh, tak perlu berkoar-koar bahwa pembinaan yang dilakukan polisi sudah melanggar HAM.
“Anak-anak punk itu bukan jati dirinya sendiri, tapi sudah dirasuki oleh pengaruh lain yang menyimpang dari ajaran Islam. Kewajiban semua pihak menyadarkan mereka serta mengajak mereka kembali pada jalan syariat,” katanya.
Ketua MPU Banda Aceh, Karim Syaikh MA juga berpendapat sama: tindakan Kapolda dalam penegakan syariat Islam sangat cocok dengan karakter Aceh. Dia mengatakan, tidak ada persoalan HAM dalam penanganan anak-anak punk dan penegakan syariat Islam di Aceh.
Kalangan intelektual juga menyatakan pro.Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia (PII) Banda Aceh mendukung kebijakan Kapolda dan Pemkot Banda Aceh yang melembina mental dan rohani terhadap 65 anak punk di SPN.“Tindakan yang dilakukan Kapolda dan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah tepat dan harus didukung. Itu bukan pelanggaran HAM, karena hanya pembinaan. Pelanggaran HAM itu tindak kekerasan,” kata Ketua Umum Pengurus Daerah PII Kota Banda Aceh, Alimuddin Armia.
Selain itu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Banda Aceh memberi komentar lebih. Sekjen Pengurus Daerah KAMMI Banda Aceh, Darlis Aziz, menilai, konser punk terjadi karena kelalaian Pemko dan pihak Polresta Banda Aceh. Hal serupa pernah terjadi saat waria menggelar kontes di salah satu tempat di Banda Aceh, beberapa bulan lalu. “Ini jelas-jelas penodaan terhadap syariat islam di Banda Aceh,” katanya.Ia dan kawan-kawan KAMMI Banda Aceh mendesak Pemko dan Polresta Banda Aceh mengevaluasi perizinan dan menertibkan anak-anak punk. Kehadiran mereka jelas-jelas meresahkan warga Banda Aceh akhir-akhir ini,” sebut Darlis pada media.”
Berkaca diri
Pro dan kontra adalah hal yang selalu muncul dalam masyarakat kita dalam merespons segala fenomena dan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Hal ini adalah hal yang lumrah sebagai wujud bahwa sesungguhnya kita memiliki sudut pandang (perspektif) yang berbeda dalam melihat sesuatu. Perpektif itu akan berkembang sejalan dengan kemampuan baca seseorang terhadap sebuah kasus. Ada yang melihat hanya dari satu sudut pandang dan adapula dari dua dan berbagai sudut pandang.Semakin banyak dimensi yang digunakankan dalam mebangun persepsi tersbut, maka semakin banyak pertimbangan yang digunakan. Begitulah perspektif kita dalam melihat kasus anak punk di negeri syariat ini.
Menelisik pro dan kontra yang ada terhadap anak punk, kiranya menarik untuk kita telaah lebih dalam, bukan hanya menyorot anak punk, tetapi seharusnya kita juga mencoba melihat diri kita, pikiran kita, perilaku kita dan juga tindakan kita terhadap anak-anak punk yang sedang kita hakimi bersama.
Nah, diakui atau tidak, kita sering melihat hanya dari satu sudut pandang, karena keterbatasan daya baca kita dan kadangkala menabrak tembok dengan sebuah kata buntu “ pokoknya” tidak boleh atau sebaliknya.  Bukan hanya itu, sikap kita dalam memberikan reaksi terhadap sebuah kasus juga cendrung seperti lampu senter yang hanya bisa menyorot orang lain dan tidak bisa menyorot pada diri sendiri. Sehingga, yang bisa diungkapkan hanyalah kesalahan orang lain. Sementara kita sendiri seakan menajdi good boy atau good girl, yang tidak pernah bersalah. Kita juga menganggap apa yang kita lakukan adalah hal yang terbaik bagi mereka.Begitulah kita melihat anak punk yang kini ada di tengah-tengah masyarakat kita yang kita akui sebagai masyarakat yang beragama, masyarakat Islami, walau sebenarnya tidak semua orang beragama dengan sungguh dan benar.Kita sering tidak sadar, kalau kita sendiri sering mengabaikan kewajiban kita sebagai seorang yang beragama.Bahkan cendrung munafik dan tidak konsisten antara kata dan perbuatan.
Maka, dalam melihat persoalan anak punkyang kini sudah menggejala di dalam  masyarakat kota Banda Aceh, selayaknya kita ini, membidik ke hati kita masing-masing. Begitu pula dengan  anak punk itu sendiri. Selayaknya juga kita bertanya, apakah setelah anak-anak punk dibina di sekolah polisi tersebut dengan memandikan, memotong rambut, menyuruh mereka mengenakan baju koko dan shalat, sudah merubah hati mereka keluar dari ideology punk?
Tampaknya,  pembinaan yang sudah dilakukan tersebut, tidak merubah mereka hingga pada level kesadaran untuk tidak kembali kagi ke dunia punk.  Walau mereka telah diceburkan di kolam seperti membersihkan diri di sungai gangga,  memotong rambut punk jadi cepak, berbaju koko dan shalat. Ternyata tempat  pembinaan yang dianggap sangat tepat itu, belum mampu secara utuh bisa mengembalikan kesadaran mereka. Sehingga tidak salah kalau ada yang berkata,  badan berbaju koko, hati tetap punk. Dengan demikian, percuma saja mereka dikenakan baju koko usai pembinaan sedangkan hati mereka tetap punk. Karena usai mereka dibina, mereka kembali lagi ke dunia, mereka, di jalan dan di tempat-tempat yang biasanya mereka mangkal dan beraktivitas, walau tanpa asesori punk seperti sebelum dibina. Mengapa demikian? Inilah yang harus kita telaah bersama. Mereka memilih menjadi punk, sesungguhnya tidak terlepas dari kesalahan orang tua sendiri dalam mendidik. Mereka hidup dalam dunia punk, bukan tidak ada sebab dan musababnya, semua ada  yang melatar belakanginya. Karena pada usia mereka yang selalu labil labil itu tidak mendapat perhatian yang cukup. Sehingga, ketika mereka menemukan punk adalah solusi yang tepat menurut mereka, kita pun mulai kebakaran jenggot dan merespon dengan cara kita sendiri, tanpa mau mendalami latar belakang mereka. Sesungguhnya, mereka menjadi punk, ya karena kesalahan kita sendiri, bukan kesalahan budaya barat. Kita tidak sanggup menyiapkan anak-anak kita mampu menyaring budaya yang masuk. Mari kita berfikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar